• Breaking News

    PENDIDIKAN KARAKTER SISWA ABAD 21



    PENDIDIKAN KARAKTER SISWA ABAD 21:
    PENDIDIKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB BERSAMA











    Oleh :


    NAMA                                : AHMAD SAIDI, S. Pd. I
    INSTANSI                          : MTsN PUGAAN
    ALAMAT                           : DESA TAMUNTI NO. 1 A KECAMATAN
                                                    PUGAAN KABUPATEN TABALONG
    NO. HP                                : 0852 482 31114




    PENDIDIKAN KARAKTER SISWA ABAD 21:
    PENDIDIKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB BERSAMA
    Ahmad Saidi, S. Pd. I

    Krisis Karakter dan Urgensi Pendidikan Karakter
    Abad 21 sering disebut-sebut sebagai zaman keemasan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya. Di zaman modern ini, kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan ialah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sukar dan kesukaran-kesukaran material berganti dengan kesukaran mental, karena ilmu pengetahuan dan teknologi canggih tersebut tidak mampu menumbuhkan watak dan karakter yang mulia.
    Kondisi watak atau “karakter” manusia umumnya dewasa ini, sejak dari level internasional sampai kepada tingkat persorangan, termasuk di Indonesia ditandai oleh gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan. Di sana-sini banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan-perbuatan biadab lainnya. Di sisi lain kasus-kasus kekerasan, plagiatisme, illegal logging dan korupsi pun kian menjamur.
    Kesadaran masyarakat akan budaya kebersihan semakin menurun. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan semakin memprihatinkan. Masih banyak masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai layaknya TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah hingga mengakibatkan bencana ­banjir. Budaya antre dan sopan-santun semakin pudar ditelan oleh arus zaman globalisasi. Materialistik, konsumerisme, hedonisme, sekulerisme dan individualistic kini secara perlahan tapi pasti telah mengkristal dalam masyarakat. Pelanggaran lalu lintas dan tata tertib menjadi budaya baru yang seolah mengokohkan sebuah anekdot bahwa hukum dan tata tertib memang dibuat untuk dilanggar.
    Karakter bangsa Indonesia yang sebelumnya berpegang pada ajaran-ajaran agama, nilai-nilai luhur bangsa terus mengalami kemerosotan secara cepat. Dan, celakanya berbagai bentuk pelanggaran itu dengan segera dan instan menyebar melalui media komunikasi instan pula seperti internet, HP, dan semacamnya.
    Yang paling memprihatinkan adalah perilaku serta watak dari para pelajar. Tingkah laku dan karakter dari seorang siswa kini sudah jarang mencerminkan sebagai seorang pelajar. Di antara mereka cenderung bertutur kata yang kurang baik, terkadang mereka bertingkah laku tidak sopan dan terkesan tidak berkarakter yang diakibatkan serbuan globalisasi nilai-nilai dan gaya hidup yang tidak selalu kompatibel dengan nilai-nilai dan norma-norma agama, sosial-budaya nasional dan lokal Indonesia.
    Banyak di antara anak-anak yang alim dan bijak di rumah, tetapi nakal di sekolah, terlibat dalam tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, dan bentuk-bentuk tindakan kriminal lainnya, seperti perampokan bis kota dan sebagainya. Inilah anak-anak yang bukan hanya tidak memiliki kebajikan (righteousness) dan inner beauty dalam karakternya, tetapi malah mengalami kepribadian terbelah (split personality). Bahkan, hasil survey terhadap pergaulan bebas pada remaja kita amat mengkhawatirkan.
    Dan terakhir yang membuat dunia pendidikan tercoreng dengan kabar contekan massal di sejumlah tempat. Bahkan, pada kasus di salah satu sekolah, kepala sekolah pun turun tangan memberi jawaban pada muridnya agar mereka bisa lulus semua. Kita bertanya, apakah mereka semua sudah tidak memiliki kejujuran yang menjadi watak dan karakter bangsa Indonesia?
    Jika kita melihat lebih dalam, di sekolah-sekolah sudah ada mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan yang mengarah kepada pembentukan watak dan karakter bangsa Indonesia, tapi hal itu masih belum dapat menghasilkan out put siswa yang benar-benar berkarakter bangsa Indonesia.
    Krisis karakter ini tentu saja tidak sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang ditegaskan oleh Undang-Undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 3: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
    Siapa yang patut disalahkan? Dosa siapa ini? Pemerintah dalam hal ini sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak bangsa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 telah berusaha dan terus berusaha memperbaiki dunia pendidikan di Indonesia dengan terus membuat kebijakan-kebijakan yang bersifat positif terhadap dunia pendidikan nasional. Salah satu kebijakan yang paling up date sekarang ini adalah pendidikan karakter.
    Pendidikan karakter merupakan langkah sangat penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan karakter masyarakat Indonesia. Tidak bisa dipungkiri pendidikan karakter memang sangat urgen bagi bangsa Indonesia, terutama untuk mempersiapkan generasi muda sebagai para calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang. Melalui pendidikan karakter diharapkan mampu mencetak para generasi abad 21 yang tidak hanya logikanya, akan tetapi juga mewarisi karakter bangsa yang luhur.

    Karakteristik Pendidikan Karakter Siswa
    Penerapan kebijakan pendidikan karakter sesuai dengan Inpres nomor 1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang menyatakan/menghendaki/memerintahkan pengembangan karakter peserta didik melalui pendidikan di sekolah.
    Sesuai dengan Inpres ini, pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
    Adapun tujuan pokok dari pendidikan karakter ini adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.
    Karakter yang dimaksud dalam pembelajaran ini bukan sesuatu yang diajarkan, tetapi dikembangkan. Banyak karakter yang bisa dikembangkan atau disisipkan dalam pembelajaran, (Kemendiknas: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2010: 16-19), mulai dari karakter yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan hidup, dan nilai kebangsaan.
    v  Nilai Karakter dalam Hubungan Manusia dengan Tuhan
    • Religius
    v  Nilai Karakter dalam Hubunganya dengan diri sendiri
    • Kejujuran
    • Kecerdasan
    • Rasa tanggung jawab
    • Kebersihan dan kesehatan
    • Kedisiplinan
    • Berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif
    • Ketangguhan
    • Keingintahuan
    • Cinta Ilmu
    • Rasa percaya-diri
    • Kemandirian
    • Keberanian mengambil resiko
    • Berorientasi pada tindakan
    • Jiwa kepemimpinan
    • Kerja keras
    v  Nilai Karakter dalam Hubungan Antarmanusia
    • Tolong-menolong
    • Kesantunan
    • Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
    • Kepatuhan pada aturan-aturan sosial
    • Menghargai karya dan prestasi orang lain
    • Demokrasi
    v  Nilai Karakter dalam Hubungan Manusia dengan Lingkungan:
    • Kepedulian terhadap lingkungan
    v  Nilai Kebangsaan:
    • Nasionalisme
    • Menghargai keberagaman
    Dalam pelaksanaan pendidikan karakter memang tidak semudah membalik telapak tangan, tidak secepat mengedipkan mata. Penerapannya membutuhkan proses yang cukup lama dan SDM yang unggul dalam pengimplementasiannya. Pendidikan karakter juga harus didukung oleh semua pihak. Untuk itu pendidikan karakter tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada sekolah. Masyarakat perlu diberikan penyadaran bahwa pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama.
    Selama ini, terkesan sekolah selalu disalahkan dan menjadi kambing hitam dari merosotnya watak dan karakter siswa. Hingga muncul pertanyaan dan kritikan yang nadanya menyinggung di masyarakat apabila ada siswa yang nakal seperti: “Dimana anak itu bersekolah?”. Padahal, sekolah sendiri menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum, sarana prasarana, administrasi keuangan dan yang terlebih penting adalah SDM yang mendukung dan sesuai. Namun yang paling menyedihkan adalah masyarakat seakan menutup mata akan keberhasilan sekolah, apabila ada siswa yang dianggap baik, yang ditanyakan adalah: “Siapa ayah anak itu?” bukan “Dimana anak itu bersekolah?”.
    Sepengetahuan penulis, berhasil tidaknya pendidikan termasuk pendidikan karakter sebagai generasi penerus untuk membentuk peradaban unggul jelas merupakan tanggung jawab semua pihak; keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun unsur-unsur lain yang turut berpengaruh dalam pembentukan karakter seorang anak tersebut.



    Keberhasilan Pendidikan Karakter Tanggung Jawab Bersama
    v  Rumah Tangga dan Keluarga
    Rumah tangga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama, karena dalam rumah tangga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan atau bimbingan, juga dikatakan lingkungan yang utama karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam rumah tangga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima olah anak adalah dalam rumah tangga.
    Zakiah Daradjat (1970: 58), mengemukakan bahwa perkembangan agama pada seseorang sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa–masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun.
    Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan karakter dan tabiat anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan keagamaan. Amir Daien Indrakusuma (1972: 109), menjelaskan bahwa sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarganya yang lain.
    Dalam hal inilah dituntut adanya kesadaran orang tua untuk menanamkan nilai-nilai karakter positif ke dalam jiwa anak mereka. Peranan orang tua dalam pendidikan karakter terhadap anak memberikan pengaruh yang besar sekali dalam membentuk kepribadiannya. Keluarga atau orang tua harus selalu memberikan nasihat-nasihat positif serta menunjukkan kesuritauladanan yang baik di hadapan anak mereka.
    Sikap orang tua dalam keluarga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan karakter dan kepribadian anak. Melalui proses peniruan (imitasi) mereka, mereka merekam sikap ayah pada ibu dan sebaliknya, sikap orang tua pada tetangga-tetangga sekitarnya akan dengan mudah ditiru oleh anak. Sikap yang otoriter orang tua akan membuahkan sikap yang sama pada anak. Sebaliknya sikap kasih saying, keterbukaan, musyawarah, dan konsisten, juga akan membuahkan sikap yang sama pada anak.

    v  Sekolah dan Pendidik
    Sekolah, pada hakikatnya bukanlah sekedar tempat “transfer of knowledge” belaka, yang semata-mata tempat di mana guru menyampaikan pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran. Pembentukan watak dan pendidikan karakter mestinya melalui sekolah. Sekolah bertanggungjawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam pembangunan jati diri, karakter dan kepribadian bangsa (moral and chaakter building).
    Semua proses pendidikan di sekolah begitu juga pendidikan karakter pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya kualitas kompetensi dan SDM para pendidik. H.A. R. Tilaar (2000: 4), mengemukakan bahwa kunci utama di dalam peningkatan kualitas pendidikan ialah mutu/ kualifikasi para gurunya.
    Kualifikasi guru merupakan hal yang terpenting. Bila kualifikasi kompetensi tidak ada pada seseorang, berarti ia tidak berkompeten dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru di lembaga pendidikan formal. Oleh karenanya setiap guru harus dapat memenuhi kompetensi yang diharapkan oleh masyarakat dan anak didik berupa keterampilan atau keahlian dalam hal mengajar.
    Organisasi keguruan sebagaimana dipaparkan Kementerian Agama (2005: 13), merumuskan kompetensi profesional guru adalah hal-hal sebagai berikut:
    a.       Guru mempunyai ijazah dengan latar belakang pendidikan keguruan.
    b.      Guru menghormati kode etik yang dirumuskan oleh organisasi tersebut.
    c.       Guru memperlihatkan kemauan untuk maju dan tidak berhenti belajar.
    d.      Guru berperilaku bersih dan tidak terlibat hal-hal tercela.
    e.       Guru memiliki integritas keilmuan, moral dan spiritual.
    Moral dan spiritual yang dimiliki seorang guru memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan guru mengajar, terlebih dalam rangka membentuk karakter siswa. Hal itu karena pendidikan karakter tidak hanya meminta guru untuk mengajar hal-hal yang berhubungan dengan karakter bangsa Indonesia yang luhur dan agung, akan tetapi menuntut pendidik memiliki kompetensi yang unggul dengan memberikan uswah hasanah kepada siswa.
    Perilaku guru adalah tuntunan yang paling efektif. Perilaku guru bisa dilihat langsung dan cenderung mudah dicontoh. Terkadang para siswa cenderung lebih mencerna apa yang terlihat dari apa yang dijelaskan. Para guru harusnya memeriksa dirinya, siapkah sudah ia dengan membentuk karakter siswa? Yang tentu saja hal itu dibuktikan dengan kepribadian dan karakter yang mulia dari guru tersebut.

    v  Lingkungan Masyarakat
    M. Hasbi Anshari (1983: 41), mengungkapkan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar anak didik, baik berupa benda-benda, peristiwa yang terjadi, maupun kondisi masyarakat, terutama yang dapat memberikan pengaruh lunak anak didik, yaitu lingkungan dimana proses pendidikan berlangsung dan lingkungan dimana anak-anak bergaul sehari-hari”.
    Lingkungan sosial masyarakat sangat berpengaruh terhadap berhasil-tidaknya proses character building pada seorang  anak. Untuk itu sekali lagi perlu adanya penyadaran kepada masyarakat bahwa pendidikan karakter merupakan tanggungjawab kita bersama.
    Lingkungan masyarakat luas jelas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman dan pembentukan karakter. Dari perspektif Islam, menurut Quraish Shihab (1996:321), situasi kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya, mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai dan pandangan mereka terbatas pada “kini dan di sini”, maka upaya dan ambisinya terbatas pada kini dan di sini pula.
    Masih dari perspektif Islam, menurut Nur Uhbiyati (1997: 235), ada tiga macam pengaruh lingkungan pendidikan terhadap keberagamaan, watak, karakter dan akhlak seseorang yaitu:
    a.       Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. Lingkungan semacam ini adakalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan adakalanya pula agar sedikit tahu tentang hal itu.
    b.      Lingkungan yang berpegang pada tradisi agama, tetapi tanpa keinsafan batin. Biasanya lingkungan demikian menghasilkan seseorang beragama yang secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara kebetulan.
    c.       Lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam kehidupan yang beragama.
    Lingkungan ini memberikan motivasi atau dorongan yang kuat kepada seseorang untuk memeluk dan mengikuti pendidikan agama yang ada, apabila lingkungan ini ditunjang oleh anggota-anggota masyarakat yang baik dan kesepakatan memadai, maka kemungkinan besar hasilnya pun paling baik untuk mewujudkan watak dan karakter yang baik pada diri orang yang ada di sekitarnya.
    Di sinilah letak peran semua anggota masyarakat untuk berbenah diri agar lingkungan kita kembali ke watak dan karakter bangsa kita yang luhur dan beradab. Masyarakat yang damai, tenteram dan berkarakter akan memberikan dampak yang positif bagi kepribadian dan karakter anak, sebaliknya keadaan lingkungan yang tidak tenteram dan tidak berkarakter, secara tidak langsung akan membuat anak terpengaruh oleh hal-hal negatif dari lingkungan tersebut.
    Akhirnya, sangatlah pantas jika kita semua berbenah diri agar kita kembali ke watak dan karakter bangsa kita yang sesungguhnya yang berkepribadian luhur dan beradab berlandaskan nilai-nilai Pancasila, sehingga kita bisa menyelamatkan watak dan karakter generasi penerus kita dalam menghadapi arus globalisasi yang sangat “edan” di abad 21 ini dengan memberikan uswah hasanah, keteladanan yang baik bagi mereka, keteladanan dari pendidik, keteladanan dari orang tua dan keteladanan dari masyarakat. Karena, bagaimanapun bagusnya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, hasilnya tidak akan maksimal tanpa dukungan dan sokongan dari berbagai pihak.
    DAFTAR PUSTAKA


    Anshari, M. Hasbi, 1983, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional.

    Darajdat, Zakiah, 1970, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang.

    Departemen Agama RI, 2005, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

    Indrakusuma, Amir Daien, 1972, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional.

    Inpres nomor 1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010

    Kemendiknas, 2010, Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama, Jakarta, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

    Shihab, M. Quraish, 1996, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu`I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan.

    Tilaar, H. A. R., 2000, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta.

    Uhbiyati, Nur, 1997, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia.

    Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


















    Tidak ada komentar:

    Makalah

    Skripsi

    Tesis