• Breaking News

    DINASTI BANI UMAYYAH


    BAB I
    PENDAHULUAN

    A.    Latar Belakang
                Dengan berakhirnya  masa khalifah Utsman dan Ali, maka dilanjutkan kembali oleh dinasti Umayyah. Penamaan dinasti ini diambil dari nama keturunan Umayyah ibnu Abdi Syams ibnu Abdi Manaf. Pada masa dinasti ini sistem pengangkatan khalifah di dasarkan  pada keturunan kerajaan bukan pemilihan oleh masyarakat seperti masa khulafa ar-rasyidin.
                Pada masa Umayyah banyak sekali perkembangan yang dilakukan para khalifahnya khususnya dalam hal perluasan wilayah dan masa pengembangan ilmu pengetahuan, yang mana para khalifah Umayyah tersebut meneruskan apa yang sudah di lakukan khulafa ar-rasyidin pada masanya. Sehingga dari sini penulis ingin memaparkan sedikit tentang perluasan wilayah dan perkembangan pendidikan pada masa Umayyah.

    B.     Rumusan Masalah
    1.    Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Umayyah ?
    2.    Bagaimana sistem dan model pemerintahan ?
    3.    Apa saja keberhasilan yang diraih pada masa pemerintahan Umayyah ?
    4.    Bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan pada dinasti Umayyah ?
    5.    Faktor apa saja yang mempengaruhi kemunduran pada masa pemerintahan Umayyah?
    6.    Apa saja perbedaan sistem pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin dan dinasti Umayyah ?




    C.    Tujuan Penulisan
    Dari rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
    1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya dinasti Umayyah ?
    2.      Untuk mengetahui bagaimana sistem dan model pemerintahan ?
    3.      Untuk mengetahui Apa saja keberhasilan yang diraih pada masa pemerintahan Umayyah ?
    4.      Untuk mengetahui Bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan pada dinasti Umayyah ?
    5.      Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kemunduran pada masa pemerintahan Umayyah ?
    6.      Untuk mengetahui apa saja perbedaan sistem pemerintahan al-khulafa al-rasyidin dan dinasti Umayyah ?












    BAB II
    DINASTI UMAYYAH
    A.      Sejarah berdirinya Dinasti Umayyah
    Dinasti Umayyah diambil dari nama keturunan Umayyah bin Abdusy-Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang terkemuka pada zaman Jahiliyyah, bersama dengan pamannya Hasyim ibn ‘Abdi Manaf. Umayyah dan Hasyim saling bersaing dalam proses-proses sosial-politik, tetapi Umayyah lebih unggul karena ia pengusaha yang kaya raya, sehingga Hasyim tidak dapat menyaingi keponakannya tersebut.
    Dinasti Umayyah tak bisa lepas dari nama Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdusy-Syams bin Abdu Manaf, karena ialah sang pendiri. Muawiyah harus berebut kekuasaan terlebih dahulu dengan Hasan dan Husain (cucu Rasulullah saw).
    Ketika  Hasan menyerahkan hak kekhalifahannya kepada Muawiyah, kemudian Muawiyah menulis surat bahwa Hasan lah yang lebih berhak. Namun Muawiyah meragukan dengan kinerja kepemimpinan Hasan, namun ia tetap menghormati Hasan. Setelah kematian Hasan akibat diracun, maka Muawiyah menjadi penguasa tunggal dan memindahkan ibu kota pemerintahan yang semula di Kufah menjadi ke Damaskus.[1]

    B.       Khalifah-khalifah bani Umayyah dan Jasa-jasanya
    1.    Khalifah-khalifah bani Umayyah
    Selama pemerintahan Dinasti Umayyah, yang berkuasa hampir satu abad yakni 90 tahun, terjadi 14 kali pergantian khalifah. Yaitu : Muawiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Muawiyah II bin Yazid, Marwan bin al-Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, Yazid II bin Abdul Malik, Hisyam bin bin Abdul Malik, Al-Walid II bin Yazid, Al-Walid II bin Yazid, Yazid III bin Walid, Ibrahim bin Walid dan Marwan II al-Ja’dy.
    Pada masa pemerintahan Muawiyah, Husain diminta oleh penduduk Kufah untuk datang ke Kufah dalam perihal membaiat Yazid bin Muawiyah, namun Husain menolaknya. Ketika Yazid telah di baiat, maka Husain pun diminta lagi untuk datang ke Kufah dan beliau pun berminat untuk pergi kesana.
    Kemudian orang-orang Irak mengirim delegasi dan menulis surat kepada Husain untuk datang ke Irak. Pada tanggal 10 Dzulhijjah Husain bersama beberapa keluarganya pergi ke Irak. Pada saat itulah Yazid mengirim surat kepada Ubaidullah bin Ziyad untuk membunuhnya. Ziyad mengirimkan pasukan sebanyak empat ribu orang yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Pada saat itulah Husain dibunuh di Karbala dan kepalanya di letakkan dalam baskom untuk diberikan kepada Yazid.[2]

    2.    Jasa-jasa khalifah bani Umayyah
    Dari khalifah-khalifah di atas, ada beberapa khalifah yang  paling berjasa. Berikut urutannnya:
    No
    Nama Khalifah
    Peran/Jasa
    1
    Muawiyah
    Pendiri Dinasti dan inovator
    Menaklukkan Tunisia, khurasan, sungai Oxos, Afghanistan dan Kabul
    Memperkuat angkatan bersenjata
    Mencetak mata uang
    Membentuk dewan al-Khatim[3]
    Mengangkat orang-orang banci sebagai pengawal
    Mengangkat penjaga istana
    Membuat tempat shalat untuk sultan di mesjid[4]
    2
    Abdul Malik
    Orang yang pertama kali menerjemahkan syair-syair Persia ke bahasa Arab
    Orang yang pertama kali mengangkat tangannya waktu berpidato di mimbar[5]
    Pendiri kedua bani Umayyah
    Menguasai Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, Samarkand, dan India
    Mencetak mata uang sendiri sebagai mata uang persia dan Byzantium
    Menertibkan administrasi dan menjadikan bahasa arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan islam
    Menyempurnakan tulisan Mushaf al-Qur’an dengan menambahkan tanda titik pada huruf tertentu
    Memperbaiki sistem irigasi
    Membuat alat pengukur sungai Nil
    Membangun jembatan
    Memperluas mesjid Jami Amr bin Ash
    Terkenal sebagai panglima perang yang ahli dan sarjana yang handal[6]
    Mengangkat Jenderal Hajjaj ibn Yusuf
    Membangun kas negara di Damaskus
    Memperbaharui qawaid
    Memperbaharui perpajakan
    Membangun kantor pos serta  meningkatkan pelayanan pos dan komunikasi[7]
    Menciptakan suasana damai
    3
    Walid bin Abdul Malik
    Meneruskan ekspansi sampai wilayah Afrika Utara, Spanyol dan Sid (India)
    Memperhatikan kesejahteraan rakyat
    Membangun infrastruktur Negara
    Mendirikan mesjid Agung Damaskus dan al-Aqsha.[8]
    Melanjutkan pembangunan Armada laut
    Membangun sekolah
    Membangun mesjid[9]
    Menstabilkan perpolitikan dalam negeri, berupa menghentikan aksi pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij
    4
    Umar bin Abdul Aziz
    Menyetarakan kedudukan tanpa memandang status
    Kebijakan fiskal berupa keringanan pajak
    Membuat perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan umum
    Menghapus formalitas protokoler bagi yang menghadap khalifah dan menyatakan dirinya sama dengan rakyat biasa[10]
    Menyumbangkan seluruh ‘harta dan tanahnya kepad Baitulmal
    Membawa ribuan orang untuk memeluk Islam
    Mengembalikan kebun Fadak kepada ahlul bait
    Menghapus pemberian laknat terhadap Ali bin Abi Thalib dan keluarganya pada khotbah jum’at
    Menetapkan uang pensiun dan gaji bulanan untuk yatim piatu yang ayahnya wafat di peperangan
    Membagi pendapatan daerah kepada rakyat miskin[11]
    Terkenal dengan khalifah yang cermat dan teliti
    5
    Hisyam
    Terkenal dengan negarawan yang ahli dan pandai strategi militer yang handal
    Memperbaiki administrasi keuangan Negara[12]
    C.      Sistem dan Model Pemerintahan
    1.         Sistem pemerintahan
    Muawiyah mengubah pemerintahan yang bersifat demokratis menjadi Monarchiheridetis (kerajaan turun temurun), dia mencontoh Monarchi di Persia dan Bizantium.[13]
    Dengan adanya sistem pemerintahan tersebut, kebanyakan rakyatnya tidak menyetujui dan menentang dengan keputusan Muawiyah. Semenjak itulah terjadi kesenjangan diantara orang Arab dan Mawali (muslim dari suku-suku non-Arab ).



    2.     Model Pemerintahan
            Pada masa Umayyah ini, suasana kesukuan pra Islam hidup kembali. Terbukti jelas di awal pemerintahan Muawiyah diperoleh dengan kekerasan, diplomasi dan tipu daya tidak dengan pemilihan suara terbanyak.
    Model pemerintahan Dinasti Umayyah sebagai berikut:
    No
    Roda Pemerintahan
    Dampak/Bentuk
    1
    Model pemerintahan
    Otoriter
    2
    Cara hidup khalifah
    Cara hidup kisra atau kaisar, terdapat jarak antara penguasa dan rakyat
    3
    Kondisi Baitul Mal
    Menjadi milik penguasa dan keluarganya
    4
    Kebebasan mengeluarkan pendapat
    Diibaratkan menutup hati nurani rakyat, mengikat lidah mereka kecuali untuk mengucapkan pujian bagi penguasa
    5
    Peradilan
    Di bawah kendali penguasa
    6
    Budaya
    Kesukuan/Ashabiyah qaumiyah
    Mulai muncul ashabiyah qaumiyah
    7
    Hukum
    Mulai agak melonggarkan apa yang telah diatur syariat
    D.      Keberhasilan yang diraih
    1.      Wilayah kekuasaan, dan perpolitikan
    Daerah kekuasaan bani Umayyah  selain   yang diwariskan oleh khulafa ar-Rasyidin, juga telah menguasai Andalus, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan, terus ke Timur sampai ke benteng Tiongkok dan kota-kota  pusat kebudayaan.[14]
    Pada masa pemerintahan Umayyah, Muawiyah membagi dua kelompok dewan syura, yaitu: Syura khas dan Majlis syura sementara. Ketika pembangunan dan komunikasi kurang baik di berbagai provinsi dan kota, maka Muawiyah berkonsultasi dengan Majlis Syura. Disamping itu ia juga mengampanyekan bentuk  pemerintahan monarki. Jika  ada yang protes, maka pedang yang akan meluruskannya. Maka rakyat terpaksa menyetujui dengan perintahnya.[15]
    Pemerintahan dinasti Umayyah selalu dipenuhi dengan intrik-intrik politik. Dinamika perpolitikan tidak lepas dari tarik ulur kekuasaan. Ada dua penyebab intrik politik yaitu:
    a)      Ketidakrelaan dalam menerima semua konsekuensi yang ada.
    b)      Pelecehan atau penghinaan terhadap golongan keagamaan dan status sosial.
    Dari semua khalifah, hanya pada masa khalifah Umar II saja yang dapat meredam situasi politik ini. Karena Umar II menghormati golongan keagamaan da kaum mawali ( budak tawanan perang yang sudah dimerdekakan yang berasal dari bangsa asing atau keturunannya).
    2.      Perkembangan Keilmuan
    Di masa Nabi dan Khulafa ar-Rasyidin mereka fokus untuk memahami al-Qur’an dan Hadits. Kemudian seiring dengan tuntutan dan perkembangan zaman maka perhatian mereka tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam. Karena salah satu aspek dari kebudayaan pada zaman ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Berikut perkembangan keilmuan pada tabel di bawah ini:
    No
    Bidang
    Bukti
    1
    Kedokteran
    1.      Khalifah Walid memberikan sumbangan berupa pemisahan antara ahli tentang penyebab penyakit dan ahli pengobatan.
    2.      Khalifah Umar memindahkan sekolah kedokteran dari Iskandariah ke Antiokhia dan Harran.
    2
    Kimia
    Khalifah Khalid bin Yazid mnyediakan harta dan memerintahkan untuk menterjemah buku kimia dan kedokteran ke bahasa Arab.
    3
    Sejarah
    1.      Ubaid bin Syarya penulis sejarah yang menginformasikan tentang pemerintahan bangsa Arab dahulu.
    2.      Munculnya tokoh-tokoh sejarah seperti Wahab ibn Munabbih dan Kaab al-Akhbar.
    4
    Arsitek
    1.      Peningkatan artistic mesjid dengan seni arsitektur Yunani, Syria dan Persia.
    2.      Adanya relief di dinding istana dan pemandian khalifa Walid bin Malik
    5
    Musik dan Sya’ir
    1.     Said bin Miagah orang yang pertama kali memasukkan nyanyian Persia dan Byzantium ke dalam bahasa Arab.
    2.     Munculnya penyair yaitu Imran bin Hattan.
    6
    Aliran keagamaan
    1.      Munculnya aliran Syiah, Khawarij, Murjiah dan Muktazilah.
    2.      Munculnya madrasah al-Ra’yi dan madrasah al-Hadits.[16]
    Di samping itu, Ilmu pengetahuan di bidang bahasa  juga mempengaruhi dalam kebudayaan dan peradaban. Diantaranya Ilmu Nahwu, hal ini dipicu berbaurnya bangsa Arab dengan bangsa lain, saling berkomunikasi dengan masyarakat baru, dengan menggunakan bahasa ibunya, Arab. Dalam proses itu timbul kesalahan-kesalahan.
    Ilmu nahwu pada mulanya lahir dan tumbuh di Bashrah, kemudian pada periode-periode berikutnya tersebar ke negeri-negeri Islam lainnya, seperti Kufah, Baghdad, Mesir dan Andalusia. Perkembangan ilmu nahwu, ada 4 (empat) fase, yaitu :
    a)         Masa peletakan dan penyusunan. Ini berpusat di Bashrah. Faktor pendukung yaitu agama, nasionalisme Arab, dan sosiologis.
    b)        Masa pertumbuhan, yaitu masa perkembangan di mana kiblat nahwu sudah dua arah Bashrah dan Kufah.
    c)         Masa kematangan dan penyempurnaan. Otoritas ilmu nahwu pada masa ini masih berada di tangan ulama-ulama di kedua kota tersebut.
    d)        Penyebaran ke berbagai kota seperti Baghdad, Mesir, Syiria, dan Andalusia. Penyebar nahwu di kota-kota ini adalah para alumni madrasah-madrasah yang berada di Bashrah dan Kufah.
    Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan adanya upaya Arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang penting  untuk dipelajari. Salah satu tokoh yang legendaris adalah Abu al-Aswad al-Du’ali yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al-Du’ail adalah menyusun gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak ada.
    Perbedaan pandangan di bidang nahwu antara ulama Bashrah dan Kufah. Aliran Bashrah, menurut Muhammad al-Thanthawi, didukung oleh situasi-situasi berikut :
    a)    Banyak warga Bangsa Arab dari suku yang dikenal fasih dalam tradisi berbahasa Arab mengungsi ke Bashrah, terutama dari suku Qais dan Tamim.
    b)   Adanya pasar “al-Mirbad” di Bashrah. Pasar ini kedudukannya seperti pasar “Ukadh” di Arab pada zaman jahiliyah. Di pasar ini, para sastrawan (penyair), ahli sejarah dan ahli bahasa berkumpul untuk “beradu” kemampuan.
    c)    Posisi geografis yang mendukung kemurnian Bahasa Arab. Bashrah berada di tengah padang sahara, sebelah selatan laut dan sebelah baratnya Lembah Najd.
                Kemudian Kufah juga membangun tradisi nahwunya sendiri yang berbeda dengan pendahulunya, yaitu tradisi yang telah dikembangkan di Bashrah. Para ahli Kufah mendasarkan kaidah bahasanya dari qabilah yang bahasanya tidak populer dan dikenal tidak fasih seperti Bani Asad dan dari orang-orang Yaman yang sudah berasimilasi dengan bangsa-bangsa luar.
    Berikut peristilahan yang berbeda nama antara Bashrah dan Kufah :
    a)      Bashrah = na’at, Kufah = sifat
    b)      Bashrah = Jar, Kufah = khafd
    c)      Bashrah = fi’il majhul, Kufah = lam yusamma failuh, dan lain-lain.
    Untuk lafal (هلم ), menurut Bashrah, ia adalah struktur gabungan dari huruf ha tanbih dan kata kerja lumma (لم ). Demi kepraktisan, diringkas (هلم ). Sedangkan Kufah lain lagi, ia berasal dari ungkapan ( هل أم ), yaitu dari kata kerja umma (maksud), yang huruf hamzahnya disembunyikan dan diberikan kepada huruf lam, lalu sukunnya lam dibuang, maka jadilah (اللهم ).
    Perbedaan lain adalah berkaitan dengan tanda i’rabnya tatsniyah (kata yang berarti dua) dan jama‘ al-mudhakkar assalim (kata yang berarti tiga lebih untuk yang berakal). Basrah berpendapat bahwa alif, ya dan wawu adalah huruf i’rab .Sedangkan Kufah berpendapat bahwa alif, ya dan wawu fungsinya sama dengan fathah, kasrah dan dammah sebagai tanda i‘rab. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak mengganggu kajian nahwu hanya peristilahannya saja yang berbeda
    Ø  Perbedaan antara nahwu Bashrah dan Kufah :
    1)        Bashrah adalah nahwu yang cenderung murni berdasarkan bahasa al-Qur’an dan bahasa dari suku-suku yang dikenal fasih bahasa Arabnya.
    2)        Nahwu Kufah cenderung mengikuti pola pemikiran fiqh di dalam meletakkan asal-usul, dasar-dasar dan kaidah-kaidah nahwu, di samping sumber pengambilannya yang lebih meluas hingga ke suku-suku yang tidak dikenal kefasihannya.[17]
    Jadi menurut Basrah bahwa yang dapat dijadikan dasar penetapan kaidah nahwu kabilah-kabilah tertentu saja yang masih terjamin kefashihannya. Sedangkan Kufah semua bahasa arab (lahjah) yang digunakan orang Arab dapat dijadikan kaidah nahwu.
    Ilmu nahwu terus berkembang dan mendapatkan momentum perkembangannya yang pesat di masa Abbasyiyah, yaitu pertengahan abad ke- 2 H. Dari Bashrah ilmu nahwu terus berkembang ke Kufah, yang disebarkan oleh para alumni Madrasah al-Bashriyah. di Kufah lahir “Madrasah Kufiah” sebagai tempat pengkaderan ulama-ulama nahwu Kufah.

    E.       Sistem Pendidikan yang Diterapkan pada Dinasti Umayyah
    Pada masa ini pola pendidikan telah berkembang, sehingga peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu di persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Periode Dinasti Umayyah ini merupakan masa inkubasi.
    1.     Adapun Corak pendidikan pada Dinasti Umayyah yaitu: 
    a)      Bersifat Arab dan Islam tulen.
    b)      Menempatkan pendidikan dan penempatan birokrasi lainnya, yang sebagai ditempati oleh orang-orang non-muslim dan non-arab.
    c)      Berusaha Meneguhkan dasar-dasar agama Islam yang baru muncul.
    d)     Perioritas pada ilmu naqliyah dan bahasa.
    e)      Menunjukan bahan tertulis pada bahasa tertulis sebagai bahan media Komunikasi.
    Dalam hal ini nabi Muhammad pernah bersabda “barang siapa yang mempelajari bahasa suatu kaum, niscaya ia akan selamat dari kejahatannya”.
    Untuk pola pendidikan pada masa ini bersifat desentralisasi dan belum memiliki tingkatan dan standar umum.
    2.         Tempat dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada masa bani Umayyah , sebagai berikut :
    a)      Pendidikan Kuttab
    b)      Pendidikan Masjid
    c)      Pendidikan Badiah
    d)      Pendidikan Perpustakaan.
    e)      Majlis Sastra/Saloon Kesusasteraan
    f)       Bamaristan
    g)      Madrasah Mekkah
    h)      Madrasah Madinah
    i)        Madrasah Basrah.
    j)        Madrasah Kufah.
    k)      Madrasah Damsyik (Syam)
    l)        Madrasah Fistat (Mesir)
    3.      Metode Pendidikan
    a)      Metode rihlah, ketika zaman khalifah Umar bin Abd Aziz, beliau pernah mengirim surat kepada ulama-ulama lainnya untuk menuliskan dan mengumpulkan hadis. Perintah Umar tersebut telah melahirkan metode pendidikan alternatif, yaitu para ulama mencari hadits kepada orang-orang yang dianggap mengetahuinya diberbagai tempat.
    b)      Metode Dialektik, pada masa Dinasti Umayyah menimbulkan berkembangnya aliran teologi.[18]

    F.       Faktor Kemunduran
    Pemerintahan Umayyah terkenal dengan masa perluasan wilayah. Namun hal tersebut tidak menjamin adanya pemerintahan yang berlangsung lama. Hal ini terbukti jelas dari dinamika politiknya. Berikut faktor-faktor kemunduran bani Umayyah:
    1.    Komunikasi yang tidak baik.
    2.    Lemahnya para khalifah.[19]
    3.    Sistem pergantian khalifah berdasarkan keturunan.
    4.    Asal usul bani Umayyah yang terbentuk dari konflik politik di masa Ali.
    5.    Timbulnya Fanatisme kesukuan
    6.    Gaya hidup para khalifah yang melampaui batas
    7.    Munculnya kekuatan baru dari keturunanAl-Abbas, juga didukung oleh Bani Hasyim, golongan Syi’ah dan kaum Mawali [20]

    G.      Perbedaan Sistem Pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin dan Dinasti Umayyah
    Terdapat banyak perbedaan sistem pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin dan dinasti Umayyah, perbedaan ini dapat dilihat dari sistem pemerintahannya. Kecuali pada masa khalifah Umar II.[21]






    BAB III
    KESIMPULAN

    Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa  pemerintahan pada masa Umayyah disamping masa perluasan wilayah juga masa perkembangan pengetahuan. Karena salah satu aspek dari kebudayaan pada zaman ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka secara otomatis ilmu pengetahuan yang harus dipelajari juga banyak.
    Dan puncak keemasannya dinasti ini adalah ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa, jadi di masa inilah dakwah Islam dan pengetahuan berkembang pesat, di karenakan khalifah itu sendiri yang berinisiatif untuk mengembangkannya, sehingga di zaman ini muncullah berbagai macam ulama dan ilmuwan yang terkenal yang bisa kita kenali sampai sekarang.
               





    [1] Fahsin M. Fa’al, Sejarah Kekuasaan Islam, (Jakarta: CV Artha Rivera, 2008), h. 1-3.
    [2] الحافظ جلال الدين السيوطي، تاريخ الخلفاء، (لبنان : دار الفكر، د.س)، ص. 192-193.
    [3] Isti’anah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam Untuk Perguruan Tinggi dan Umun, (Malang: Malang Press, 2008), h. 49-53.
    [4] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2011), h. 116.
    [5] الحافظ جلال الدين السيوطي، المرجع السابق، ص. 204.
    [6] Isti’anah Abu Bakar, op. cit., h. 53-54.
    [7] M. Abdul Karim, Sejarah , op. cit., h. 119.
    [8] Isti’anah Abu Bakar, op. cit., h. 54.
    [9]  Abdul Karim, Sejarah , op. cit., h. 121.
    [10] Isti’anah Abu Bakar, , op. cit., h. 54.
    [11] Fahsin M. Fa’al, op. cit., h. 27-35.
    [12] Isti’anah Abu Bakar, , op. cit., h. 55.
    [13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II,  (Yogyakarta : Bagaskara, 2011), h. 42.
    [14] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta : Kencana Predana Media, 2007), h. 39.
    [15] M. Abdul Karim, op. cit., h. 116.
    [16] Isti’anah Abu Bakar, op. cit., h. 58-60.
    [18] Ahmad Masrul Anwar, Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah UIN Sunan Gunung Djati Bandung ,JURNAL TARBIYA Volume: 1 No: 1 2015 (47-76), di akses pada tanggal 23/09/2016, H.56-64.
    [19]  Abdul Karim op. cit., h. 139.
    [20] Badri Yatim, op. cit., h. 48-49.
    [21] Abdul Karim op. cit., h. 141.

    Tidak ada komentar:

    Makalah

    Skripsi

    Tesis