BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dengan berakhirnya masa khalifah Utsman dan Ali, maka
dilanjutkan kembali oleh dinasti Umayyah. Penamaan dinasti ini diambil dari
nama keturunan Umayyah ibnu Abdi Syams ibnu Abdi Manaf. Pada masa dinasti ini
sistem pengangkatan khalifah di dasarkan
pada keturunan kerajaan bukan pemilihan oleh masyarakat seperti masa
khulafa ar-rasyidin.
Pada masa Umayyah banyak sekali
perkembangan yang dilakukan para khalifahnya khususnya dalam hal perluasan
wilayah dan masa pengembangan ilmu pengetahuan, yang mana para khalifah Umayyah
tersebut meneruskan apa yang sudah di lakukan khulafa ar-rasyidin pada masanya.
Sehingga dari sini penulis ingin memaparkan sedikit tentang perluasan wilayah
dan perkembangan pendidikan pada masa Umayyah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Umayyah ?
2. Bagaimana sistem dan model pemerintahan ?
3. Apa saja keberhasilan yang diraih pada masa pemerintahan Umayyah ?
4. Bagaimana sistem
pendidikan yang diterapkan pada dinasti Umayyah ?
5. Faktor apa saja yang mempengaruhi kemunduran pada masa pemerintahan
Umayyah?
6. Apa saja perbedaan sistem pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin dan dinasti
Umayyah ?
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penulisan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya dinasti Umayyah ?
2. Untuk mengetahui bagaimana sistem dan model pemerintahan ?
3. Untuk mengetahui Apa saja keberhasilan yang diraih pada masa pemerintahan
Umayyah ?
4. Untuk mengetahui Bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan pada dinasti Umayyah ?
5. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kemunduran pada masa
pemerintahan Umayyah ?
6. Untuk mengetahui apa saja perbedaan sistem pemerintahan al-khulafa
al-rasyidin dan dinasti Umayyah ?
BAB II
DINASTI UMAYYAH
A. Sejarah berdirinya Dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah diambil dari nama keturunan Umayyah bin Abdusy-Syams bin
Abdu Manaf. Ia adalah seorang terkemuka pada zaman Jahiliyyah, bersama dengan
pamannya Hasyim ibn ‘Abdi Manaf. Umayyah dan Hasyim saling bersaing dalam
proses-proses sosial-politik, tetapi Umayyah lebih unggul karena ia pengusaha
yang kaya raya, sehingga Hasyim tidak dapat menyaingi keponakannya tersebut.
Dinasti Umayyah tak bisa lepas dari nama Muawiyah bin Abu Sufyan bin
Harb bin Umayyah bin Abdusy-Syams bin Abdu Manaf, karena ialah sang pendiri. Muawiyah
harus berebut kekuasaan terlebih dahulu dengan Hasan dan Husain (cucu
Rasulullah saw).
Ketika Hasan menyerahkan hak
kekhalifahannya kepada Muawiyah, kemudian Muawiyah menulis surat bahwa Hasan
lah yang lebih berhak. Namun Muawiyah meragukan dengan kinerja kepemimpinan
Hasan, namun ia tetap menghormati Hasan. Setelah kematian Hasan akibat diracun,
maka Muawiyah menjadi penguasa tunggal dan memindahkan ibu kota pemerintahan
yang semula di Kufah menjadi ke Damaskus.[1]
B. Khalifah-khalifah bani Umayyah dan Jasa-jasanya
1. Khalifah-khalifah bani Umayyah
Selama pemerintahan Dinasti Umayyah, yang
berkuasa hampir satu abad yakni 90 tahun, terjadi 14 kali pergantian khalifah.
Yaitu : Muawiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Muawiyah II bin Yazid,
Marwan bin al-Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Sulaiman
bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, Yazid II bin Abdul Malik, Hisyam bin bin
Abdul Malik, Al-Walid II bin Yazid, Al-Walid II bin Yazid, Yazid III bin Walid,
Ibrahim bin Walid dan Marwan II al-Ja’dy.
Pada masa pemerintahan Muawiyah, Husain
diminta oleh penduduk Kufah untuk datang ke Kufah dalam perihal membaiat Yazid
bin Muawiyah, namun Husain menolaknya. Ketika Yazid telah di baiat, maka Husain
pun diminta lagi untuk datang ke Kufah dan beliau pun berminat untuk pergi
kesana.
Kemudian orang-orang Irak mengirim delegasi
dan menulis surat kepada Husain untuk datang ke Irak. Pada tanggal 10
Dzulhijjah Husain bersama beberapa keluarganya pergi ke Irak. Pada saat itulah
Yazid mengirim surat kepada Ubaidullah bin Ziyad untuk membunuhnya. Ziyad
mengirimkan pasukan sebanyak empat ribu orang yang dipimpin oleh Umar bin Sa’ad
bin Abi Waqqash. Pada saat itulah Husain dibunuh di Karbala dan kepalanya di
letakkan dalam baskom untuk diberikan kepada Yazid.[2]
2. Jasa-jasa khalifah bani Umayyah
Dari khalifah-khalifah di atas, ada
beberapa khalifah yang paling berjasa. Berikut urutannnya:
No
|
Nama Khalifah
|
Peran/Jasa
|
1
|
Muawiyah
|
Pendiri Dinasti dan inovator
|
Menaklukkan Tunisia, khurasan, sungai
Oxos, Afghanistan dan Kabul
|
||
Memperkuat angkatan bersenjata
|
||
Mencetak mata uang
|
||
Membentuk dewan al-Khatim[3]
|
||
Mengangkat orang-orang banci sebagai
pengawal
|
||
Mengangkat penjaga istana
|
||
Membuat tempat shalat untuk sultan di
mesjid[4]
|
||
2
|
Abdul Malik
|
Orang yang pertama kali menerjemahkan
syair-syair Persia ke bahasa Arab
|
Orang yang pertama kali mengangkat
tangannya waktu berpidato di mimbar[5]
|
||
Pendiri kedua bani Umayyah
|
||
Menguasai Balkh, Bukhara, Khawarizm,
Ferghana, Samarkand, dan India
|
||
Mencetak mata uang sendiri sebagai mata
uang persia dan Byzantium
|
||
Menertibkan administrasi dan menjadikan
bahasa arab sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan islam
|
||
Menyempurnakan tulisan Mushaf al-Qur’an
dengan menambahkan tanda titik pada huruf tertentu
|
||
Memperbaiki sistem irigasi
|
||
Membuat alat pengukur sungai Nil
|
||
Membangun jembatan
|
||
Memperluas mesjid Jami Amr bin Ash
|
||
Terkenal sebagai panglima perang yang
ahli dan sarjana yang handal[6]
|
||
Mengangkat Jenderal Hajjaj ibn Yusuf
|
||
Membangun kas negara di Damaskus
|
||
Memperbaharui qawaid
|
||
Memperbaharui perpajakan
|
||
Membangun kantor pos serta meningkatkan pelayanan pos dan komunikasi[7]
|
||
Menciptakan suasana damai
|
||
3
|
Walid bin Abdul Malik
|
Meneruskan ekspansi sampai wilayah Afrika
Utara, Spanyol dan Sid (India)
|
Memperhatikan kesejahteraan rakyat
|
||
Membangun infrastruktur Negara
|
||
Mendirikan mesjid Agung Damaskus dan
al-Aqsha.[8]
|
||
Melanjutkan pembangunan Armada laut
|
||
Membangun sekolah
|
||
Membangun mesjid[9]
|
||
Menstabilkan perpolitikan dalam negeri,
berupa menghentikan aksi pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij
|
||
4
|
Umar bin Abdul Aziz
|
Menyetarakan kedudukan tanpa memandang
status
|
Kebijakan fiskal berupa keringanan pajak
|
||
Membuat perbaikan dan pembangunan sarana
pelayanan umum
|
||
Menghapus formalitas protokoler bagi yang
menghadap khalifah dan menyatakan dirinya sama dengan rakyat biasa[10]
|
||
Menyumbangkan seluruh ‘harta dan tanahnya
kepad Baitulmal
|
||
Membawa ribuan orang untuk memeluk Islam
|
||
Mengembalikan kebun Fadak kepada ahlul
bait
|
||
Menghapus pemberian laknat terhadap Ali
bin Abi Thalib dan keluarganya pada khotbah jum’at
|
||
Menetapkan uang pensiun dan gaji bulanan
untuk yatim piatu yang ayahnya wafat di peperangan
|
||
Membagi pendapatan daerah kepada rakyat
miskin[11]
|
||
Terkenal dengan khalifah yang cermat dan
teliti
|
||
5
|
Hisyam
|
Terkenal dengan negarawan yang ahli dan
pandai strategi militer yang handal
|
Memperbaiki administrasi keuangan Negara[12]
|
C. Sistem dan Model Pemerintahan
1.
Sistem pemerintahan
Muawiyah mengubah pemerintahan yang bersifat demokratis menjadi Monarchiheridetis
(kerajaan turun temurun), dia mencontoh Monarchi di Persia dan Bizantium.[13]
Dengan adanya sistem pemerintahan tersebut, kebanyakan rakyatnya tidak
menyetujui dan menentang dengan keputusan Muawiyah. Semenjak itulah terjadi
kesenjangan diantara orang Arab dan Mawali (muslim dari suku-suku non-Arab ).
2. Model Pemerintahan
Pada masa
Umayyah ini, suasana kesukuan pra Islam hidup kembali. Terbukti jelas di awal
pemerintahan Muawiyah diperoleh dengan kekerasan, diplomasi dan tipu daya tidak
dengan pemilihan suara terbanyak.
Model pemerintahan Dinasti Umayyah sebagai berikut:
No
|
Roda Pemerintahan
|
Dampak/Bentuk
|
1
|
Model pemerintahan
|
Otoriter
|
2
|
Cara hidup khalifah
|
Cara hidup kisra atau kaisar, terdapat
jarak antara penguasa dan rakyat
|
3
|
Kondisi Baitul Mal
|
Menjadi milik penguasa dan keluarganya
|
4
|
Kebebasan mengeluarkan pendapat
|
Diibaratkan menutup hati nurani rakyat,
mengikat lidah mereka kecuali untuk mengucapkan pujian bagi penguasa
|
5
|
Peradilan
|
Di bawah kendali penguasa
|
6
|
Budaya
Kesukuan/Ashabiyah qaumiyah
|
Mulai muncul ashabiyah qaumiyah
|
7
|
Hukum
|
Mulai agak melonggarkan apa yang telah
diatur syariat
|
D. Keberhasilan yang diraih
1. Wilayah kekuasaan, dan perpolitikan
Daerah kekuasaan bani Umayyah
selain yang diwariskan oleh
khulafa ar-Rasyidin, juga telah menguasai Andalus, Afrika Utara, Syam, Irak,
Iran, Khurosan, terus ke Timur sampai ke benteng Tiongkok dan kota-kota pusat kebudayaan.[14]
Pada masa pemerintahan Umayyah, Muawiyah membagi dua kelompok dewan
syura, yaitu: Syura khas dan Majlis syura sementara. Ketika pembangunan dan
komunikasi kurang baik di berbagai provinsi dan kota, maka Muawiyah
berkonsultasi dengan Majlis Syura. Disamping itu ia juga mengampanyekan
bentuk pemerintahan monarki. Jika ada yang protes, maka pedang yang akan
meluruskannya. Maka rakyat terpaksa menyetujui dengan perintahnya.[15]
Pemerintahan dinasti Umayyah selalu dipenuhi dengan intrik-intrik
politik. Dinamika perpolitikan tidak lepas dari tarik ulur kekuasaan. Ada dua
penyebab intrik politik yaitu:
a) Ketidakrelaan dalam menerima semua konsekuensi yang ada.
b) Pelecehan atau penghinaan terhadap golongan keagamaan dan status sosial.
Dari semua khalifah, hanya pada masa
khalifah Umar II saja yang dapat meredam situasi politik ini. Karena Umar II
menghormati golongan keagamaan da kaum mawali ( budak tawanan perang yang sudah
dimerdekakan yang berasal dari bangsa asing atau keturunannya).
2. Perkembangan Keilmuan
Di masa Nabi dan Khulafa ar-Rasyidin mereka fokus
untuk memahami al-Qur’an dan Hadits. Kemudian seiring dengan tuntutan dan
perkembangan zaman maka perhatian mereka tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan
bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam. Karena salah satu aspek dari kebudayaan
pada zaman ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Berikut perkembangan
keilmuan pada tabel di bawah ini:
No
|
Bidang
|
Bukti
|
1
|
Kedokteran
|
1. Khalifah Walid memberikan sumbangan berupa pemisahan antara ahli
tentang penyebab penyakit dan ahli pengobatan.
2. Khalifah Umar memindahkan sekolah kedokteran dari Iskandariah ke
Antiokhia dan Harran.
|
2
|
Kimia
|
Khalifah Khalid bin Yazid mnyediakan
harta dan memerintahkan untuk menterjemah buku kimia dan kedokteran ke bahasa
Arab.
|
3
|
Sejarah
|
1. Ubaid bin Syarya penulis sejarah yang menginformasikan tentang
pemerintahan bangsa Arab dahulu.
2. Munculnya tokoh-tokoh sejarah seperti Wahab ibn Munabbih dan Kaab
al-Akhbar.
|
4
|
Arsitek
|
1. Peningkatan artistic mesjid dengan seni arsitektur Yunani, Syria dan
Persia.
2. Adanya relief di dinding istana dan pemandian khalifa Walid bin Malik
|
5
|
Musik dan Sya’ir
|
1. Said bin Miagah orang yang pertama kali memasukkan nyanyian Persia dan
Byzantium ke dalam bahasa Arab.
2. Munculnya penyair yaitu Imran bin Hattan.
|
6
|
Aliran keagamaan
|
1. Munculnya aliran Syiah, Khawarij, Murjiah dan Muktazilah.
2. Munculnya madrasah al-Ra’yi dan madrasah al-Hadits.[16]
|
Di samping itu,
Ilmu pengetahuan di bidang bahasa juga
mempengaruhi dalam kebudayaan dan peradaban.
Diantaranya Ilmu Nahwu, hal ini dipicu berbaurnya bangsa Arab dengan bangsa lain,
saling berkomunikasi dengan masyarakat baru, dengan menggunakan bahasa ibunya,
Arab. Dalam proses itu timbul kesalahan-kesalahan.
Ilmu nahwu pada mulanya lahir dan tumbuh di Bashrah, kemudian
pada periode-periode berikutnya tersebar ke negeri-negeri Islam lainnya,
seperti Kufah, Baghdad, Mesir dan Andalusia. Perkembangan ilmu nahwu, ada 4
(empat) fase, yaitu :
a)
Masa peletakan dan penyusunan. Ini berpusat di Bashrah.
Faktor pendukung yaitu agama, nasionalisme Arab, dan sosiologis.
b)
Masa pertumbuhan, yaitu masa perkembangan di mana
kiblat nahwu sudah dua arah Bashrah dan Kufah.
c)
Masa kematangan dan penyempurnaan. Otoritas ilmu nahwu
pada masa ini masih berada di tangan ulama-ulama di kedua kota tersebut.
d)
Penyebaran ke berbagai kota seperti Baghdad, Mesir,
Syiria, dan Andalusia. Penyebar nahwu di kota-kota ini adalah para alumni
madrasah-madrasah yang berada di Bashrah dan Kufah.
Dengan
meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan adanya upaya Arabisasi maka ilmu
tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan
menjadi salah satu ilmu yang penting
untuk dipelajari. Salah satu tokoh yang legendaris adalah Abu al-Aswad
al-Du’ali yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al-Du’ail adalah
menyusun gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang
semula tidak ada.
Perbedaan
pandangan di bidang nahwu antara ulama Bashrah dan Kufah. Aliran Bashrah,
menurut Muhammad al-Thanthawi, didukung oleh situasi-situasi berikut :
a) Banyak warga
Bangsa Arab dari suku yang dikenal fasih dalam tradisi berbahasa Arab mengungsi
ke Bashrah, terutama dari suku Qais dan Tamim.
b) Adanya pasar
“al-Mirbad” di Bashrah. Pasar ini kedudukannya seperti pasar “Ukadh” di Arab
pada zaman jahiliyah. Di pasar ini, para sastrawan (penyair), ahli sejarah dan
ahli bahasa berkumpul untuk “beradu” kemampuan.
c) Posisi
geografis yang mendukung kemurnian Bahasa Arab. Bashrah berada di tengah padang
sahara, sebelah selatan laut dan sebelah baratnya Lembah Najd.
Kemudian
Kufah juga membangun tradisi nahwunya sendiri yang berbeda dengan pendahulunya,
yaitu tradisi yang telah dikembangkan di Bashrah. Para ahli Kufah mendasarkan
kaidah bahasanya dari qabilah yang bahasanya tidak populer dan dikenal
tidak fasih seperti Bani Asad dan dari orang-orang Yaman yang sudah
berasimilasi dengan bangsa-bangsa luar.
Berikut peristilahan yang berbeda nama antara Bashrah
dan Kufah :
a) Bashrah = na’at,
Kufah = sifat
b) Bashrah = Jar,
Kufah = khafd
c) Bashrah = fi’il
majhul, Kufah = lam yusamma failuh, dan lain-lain.
Untuk lafal (هلم ), menurut Bashrah, ia adalah
struktur gabungan dari huruf ha tanbih dan kata kerja lumma (لم ). Demi kepraktisan, diringkas (هلم ). Sedangkan Kufah lain lagi, ia
berasal dari ungkapan ( هل أم ), yaitu dari kata kerja umma (maksud),
yang huruf hamzahnya disembunyikan dan diberikan kepada huruf lam, lalu
sukunnya lam dibuang, maka jadilah (اللهم ).
Perbedaan lain adalah berkaitan dengan tanda i’rabnya
tatsniyah (kata yang berarti dua) dan jama‘ al-mudhakkar assalim (kata
yang berarti tiga lebih untuk yang berakal). Basrah berpendapat bahwa alif,
ya dan wawu adalah huruf i’rab .Sedangkan Kufah
berpendapat bahwa alif, ya dan wawu fungsinya sama dengan fathah,
kasrah dan dammah sebagai tanda i‘rab. Perbedaan-perbedaan
tersebut tidak mengganggu kajian nahwu hanya peristilahannya saja yang berbeda
Ø
Perbedaan antara nahwu Bashrah dan Kufah :
1)
Bashrah adalah nahwu yang cenderung murni berdasarkan
bahasa al-Qur’an dan bahasa dari suku-suku yang dikenal fasih bahasa
Arabnya.
2)
Nahwu Kufah cenderung mengikuti pola pemikiran fiqh
di dalam meletakkan
asal-usul, dasar-dasar dan kaidah-kaidah nahwu, di samping sumber
pengambilannya yang lebih meluas hingga ke suku-suku yang tidak dikenal
kefasihannya.[17]
Jadi menurut Basrah bahwa yang dapat dijadikan dasar
penetapan kaidah nahwu kabilah-kabilah tertentu saja yang masih terjamin
kefashihannya. Sedangkan Kufah semua bahasa arab (lahjah) yang digunakan
orang Arab dapat dijadikan kaidah nahwu.
Ilmu nahwu terus berkembang dan mendapatkan momentum
perkembangannya yang pesat di masa Abbasyiyah, yaitu pertengahan abad ke- 2 H.
Dari Bashrah ilmu nahwu terus berkembang ke Kufah, yang disebarkan oleh para
alumni Madrasah al-Bashriyah. di Kufah lahir “Madrasah Kufiah” sebagai tempat
pengkaderan ulama-ulama nahwu Kufah.
E. Sistem
Pendidikan yang Diterapkan pada Dinasti Umayyah
Pada masa
ini pola pendidikan telah berkembang, sehingga peradaban Islam sudah bersifat
internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika
dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu di persatukan dengan bahasa
Arab sebagai bahasa resmi negara. Periode Dinasti Umayyah ini merupakan masa inkubasi.
1. Adapun Corak pendidikan pada Dinasti Umayyah
yaitu:
a) Bersifat
Arab dan Islam tulen.
b) Menempatkan
pendidikan dan penempatan birokrasi lainnya, yang sebagai ditempati oleh
orang-orang non-muslim dan non-arab.
c) Berusaha
Meneguhkan dasar-dasar agama Islam yang baru muncul.
d) Perioritas
pada ilmu naqliyah dan bahasa.
e) Menunjukan
bahan tertulis pada bahasa tertulis sebagai bahan media Komunikasi.
Dalam hal
ini nabi Muhammad pernah bersabda “barang siapa yang mempelajari bahasa suatu
kaum, niscaya ia akan selamat dari kejahatannya”.
Untuk pola
pendidikan pada masa ini bersifat desentralisasi dan belum memiliki
tingkatan dan standar umum.
2.
Tempat dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada
masa bani Umayyah , sebagai berikut :
a) Pendidikan
Kuttab
b) Pendidikan
Masjid
c) Pendidikan
Badiah
d) Pendidikan Perpustakaan.
e) Majlis
Sastra/Saloon Kesusasteraan
f) Bamaristan
g) Madrasah
Mekkah
h) Madrasah
Madinah
i)
Madrasah Basrah.
j)
Madrasah Kufah.
k) Madrasah
Damsyik (Syam)
l)
Madrasah Fistat (Mesir)
3. Metode
Pendidikan
a)
Metode rihlah, ketika zaman khalifah Umar bin
Abd Aziz, beliau pernah mengirim surat kepada ulama-ulama lainnya untuk
menuliskan dan mengumpulkan hadis. Perintah Umar tersebut telah melahirkan
metode pendidikan alternatif, yaitu para ulama mencari hadits kepada
orang-orang yang dianggap mengetahuinya diberbagai tempat.
b)
Metode Dialektik, pada masa Dinasti Umayyah
menimbulkan berkembangnya aliran teologi.[18]
F. Faktor Kemunduran
Pemerintahan Umayyah terkenal dengan masa
perluasan wilayah. Namun hal tersebut tidak menjamin adanya pemerintahan yang berlangsung
lama. Hal ini terbukti jelas dari dinamika politiknya. Berikut faktor-faktor
kemunduran bani Umayyah:
1. Komunikasi yang tidak baik.
2. Lemahnya para khalifah.[19]
3. Sistem pergantian khalifah berdasarkan keturunan.
4. Asal usul bani Umayyah yang terbentuk dari konflik politik di masa Ali.
5. Timbulnya Fanatisme kesukuan
6. Gaya hidup para khalifah yang melampaui batas
7. Munculnya kekuatan baru dari keturunanAl-Abbas, juga didukung oleh Bani
Hasyim, golongan Syi’ah dan kaum Mawali [20]
G. Perbedaan Sistem Pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin dan Dinasti Umayyah
Terdapat banyak perbedaan sistem pemerintahan al-Khulafa al-Rasyidin dan
dinasti Umayyah, perbedaan ini dapat dilihat dari sistem pemerintahannya. Kecuali
pada masa khalifah Umar II.[21]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa pemerintahan pada masa Umayyah disamping
masa perluasan wilayah juga masa perkembangan pengetahuan. Karena salah satu
aspek dari kebudayaan pada zaman ini adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka secara otomatis
ilmu pengetahuan yang harus dipelajari juga banyak.
Dan puncak keemasannya dinasti ini
adalah ketika Umar bin Abdul Aziz berkuasa, jadi di masa inilah dakwah Islam
dan pengetahuan berkembang pesat, di karenakan khalifah itu sendiri yang
berinisiatif untuk mengembangkannya, sehingga di zaman ini muncullah berbagai
macam ulama dan ilmuwan yang terkenal yang bisa kita kenali sampai sekarang.
[3] Isti’anah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam Untuk
Perguruan Tinggi dan Umun, (Malang: Malang Press, 2008), h. 49-53.
[11] Fahsin M. Fa’al, op. cit., h. 27-35.
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II, (Yogyakarta :
Bagaskara, 2011), h. 42.
[14] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik :
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta : Kencana Predana Media,
2007), h. 39.
[17] Ridwan, http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/humbud/article/view/572/943, di akses
pada tanggal 24/09/2016.
[18] Ahmad Masrul Anwar, Pertumbuhan
dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah UIN Sunan Gunung
Djati Bandung ,JURNAL TARBIYA Volume: 1 No: 1 2015 (47-76), di akses
pada tanggal 23/09/2016, H.56-64.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar