BAB I
PENDAHULUAN
Hadis ditinjau dari
segi kualitas terbagi menjadi tiga macam diantaranya hadis shahih, hadis
hasan, dan hadis dhaif. Hadis
dhaif adalah hadis yang didalamnya tidak didapati syarat hadis shahih
dan tidak pula didapati syarat hadis hasan.[1]
Dalam hadis dhaif terdapat dua macam
yaitu hadis dhaif ditinjau dari segi gugurnya sanad dan hadis dhaif ditinjau dari segi cacat pada
perawinya. Diantara hadis dhaif ditinjau dari segi cacat perawinya
adalah hadis Syadz.Dalam hal ini akan lebih dijelaskan mengenai
pengertian hadis Syadz, contoh hadis Syadz, cara mendeteksi hadis
Syadz serta hukum menggunakan hadis Syadz.
Diantara syarat-syarat hadits shahih adalah
bahwa hadits itu tidak syadz (ganjil). Karena pengertian hadits shahih menurut
para ahli hadits adalah : hadits yang bersambung sanadnya; diriwayatkan oleh
orang yang adil dan kuat hafalannya pula, dan seterusnya hingga mata rantai
terakhir, tidak syadz; dan tidak cacat. Dengan batasan seperti ini, hadits
shahih terhindar dari sifat mursal, munqathi’ (terputus sanadnya) dan syadz,
serta semua hadits yang memiliki cacat periwayatan. Suatu sanad hadits yang
tidak memenuhi kelima unsur tersebut adalah hadits yang kualitas sanadnya tidak
shahih, termasuk di antaranya kaidah keempat (terhindar dari syuzuz).
Maka urgensi kaidah syadz dalam kaidah keshahihan hadits memiliki
kedudukan yang sama pentingnya dengan kaidah yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Syadz
Kata syadz secara bahasa adalah kata benda yang
berbentuk isim fa’il yang berarti “sesuatu yang menyendiri”. Menurut mayoritas
ulama, kata Syadz bermakna: “yang menyendiri.[2]
Pada dasarnya hadits syadz tergolong dalam
hadits dhaif dan ditolak, tidak boleh dijadikan hujah serta tidak boleh
beramal. Hadits syadz yang ditolak, boleh dinaik tarafkannya kepada hasan li
ghairih jika diriwayatkanmelalui raikaian sanad lain yang lebih kuat dan lebih
baik daripadanya.[3]
Yang mula-mula
memperkenalkan hadist jenis ini adalah Imam asy-Syafi’iy. Beliau mengatakan
bahwa hadist syadz bukanlah hadist dimana perawi tsiqat meriwayatkan hadist
yang sama sekali tidak diriwayatkan oleh orang lain. Yang dimaksud dengan
hadist syadz adalah bila diantara sekian perawi tsiqat ada diantara mereka menyimpang dari lainnya.
Selanjutnya generasi setelah imam asy-Syafi’iy sepakat bahwa hadist syadz
adalah hadist yang diriwayatkan oleh perawi maqbul dalam keadaan menyimpang
dari perawi yang lain yang lebih kuat darinya.[4]
Dari segi
istilah ada beberapa pendapat yaitu sebagai berikut :
مخالفة الثقة
لمن هو أوثق منه
Periwayatan
orang tsiqah menyalahi periwyattan orang yang lebih tsiqah.
ما انفرد به
الثقة من الثقات
Periwayatan
orang tsiqah sendirian dari orang-orang tsiqah lain.
ما انفرد به
الرّاوى سواء كان ثقة أو غير ثقة خالف غيره أم لم يخالف
Periwayatan
seorang perawi secara sendirian dari orang-orang tsiqah yang lain atau tidak.[5]
Secara etimologi, Syadz
artinya: yang ganjil, yang jarangada, yang menyalahi. Secara Terminologi, yaitu
menurut Muhaddisin, ialah:
ما رواه المقبول مخالفامن كان ارجع
منه لمزيدضبط اوكثره عدداو غير زلك من وجوه التر جيحات
“Hadits yang
diriwayatakan oleh seorang yang makbul(tsiqah) menyalahi riwayat orang yang
lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabitan atau banyak sanad atau
lain sebagainya dari segi pentarjihan.
Kejanggalan hadist
Syadz adakalanya terdapat pada matan adakalanya terdapat pada sanad.
Menurut Ibnu Qayyim :
إنما الشذوذ
أن يخالف الثقات فيما رووه ، فأما اذا روي الثقة حديثا منفردا به ولم يروالثقات
خلافه ، فأن ذالك لا يسمى ضاذا. وإن اصطلاحا على تسميته ضاذا – بهذا المعنى
لم يكن هذا الإصطلاح موجبا لرده ولا مسوغا له.
Syudzud adalah jika orang-orang yang tsiqah berbeda pendapat mengenai
pendapat hadis yang mereka riwayatkan. Sedangkan jika seseorang yang tsiqah
meriwayatkan suatu hadis yang menyendiri, sedangkan orang orang-orang yang
tsiqah lainnya tidak meriwayatkan yang berlawanan dengannya. Hadis ini tidak
bisa disebut syadz. Jika pengertian ini diistilahkan dengan sebutan syadz,
istilah ini tidak menyebabkan ditolak, dan tidak ada alasan untuk hal itu.
Menurut al-Hakim :
Syadz adalah hadis yang diriwayatkan secara sendiri oleh seorang perawi
tsiqah dan hadis itu tidak memiliki mutabi’ (jalur lain) yang menguatkan perawi
tersebut.
Al-Hakim secara
gamblang mendefinisikansyadz,
yaitu memberikan batasan kesendirian seorang perawi dalam meriwayatkan hadis
dan tidak disertainya seorang muttabi’, meskipun dalam batasannya tidak
disertai kata “beralawan”.
Adapun menurut Ibnu Hajar hadis Syadz adalah hadis yang
diriwayatkan oleh perawi terpercaya, bisa karena perawi yang lebih terpercaya
tersebut lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya atau karena sebab-sebab
lain yang membuat riwayatnya lebih dimenangkan, seperti jumlah perawi dalam
sanadnya lebih sedikit.[6]
Maka dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa hadits syadz adalah hadits yang ganjil karena hanya dia sendiri yang
meriwayatkannya atau bertentangan dengan riwayat orang yang memiliki tingkat
validitas lebih tinggi, menurut pendapat yang diakui oleh para ahli hadits.
Pada dasarnya hadits syadz tergolong dalam
hadits dhaif dan ditolak, tidak boleh dijadikan hujah serta tidak boleh
beramal. Hadits syadz yang ditolak, boleh dinaik tarafkannya kepada hasan li
ghairih jika diriwayatkan melalui raikaian sanad lain yang lebih kuat dan lebih
baik daripadanya.[7]
Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian
hadist syadz, namun dari sekian banyak pendapat, yang paling populer yaitu :
1. Hadist syadz ialah hadist yang diriwayatkan
oleh seorang perawi yang terpercaya, yang berbeda dalam matan atau sanad nya
dengan riwayat rawi yang relatif lebih terpercaya.
2. Hadist syadz ialah hadist yang hanya
diriwayatkan oleh seorang perawi yang terpercaya,
3. Hadist syadz ialah hadist yang diriwayatkan
oleh seorang perawi yang terpercaya, (tidak mnenyebutkan referensi terpercaya).
Diantara ketiga
pendapat tersebut, yang bisa dijadikan pegangan ialah pendapat yang pertama. Hanya
saja perlu penambahan kata-kata serta tidak mungkin dikompromikan antara
keduanya, sehingga definisi tersebut lengkapnya berbunyi, “Hadist syadz ialah
hadist yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang terpercaya, yang berbeda
dalam matan atau sanad nya dengan riwayat rawi yang relatif lebih terpercaya,
serta tidak mungkin dikompromikan antara keduanya,”.
Dengan adanya
penambahan tersebut, maka definisi ini menjadi yang paling sempurna dan
mencakup syarat-syarat hadist syadz, yaitu hanya diriwayatkan oleh seorang rawi
yang terpercaya, yang berbeda dalam matan atau sanadnya dengan riwayat
rawi-rawi yang relatif lebih terpercaya, dan tidak mungkin dikompromikan antara
keduanya.[8]
Untuk menenntukan syadz
tidaknya suatu hadits memerlukan kejelian para peneliti. Karena sering sekali
terjadi kekeliruan dalam menentukan apakah hadits ini syadz atau munkar, karena
perbedaan keduanya sangatlah mirip.Hadits munkar ialah hadits yang rawinya
lemah lagi menyalahi orang-orang yang terpercaya, sedangkan syadz hadist hadist yang rawinya menyendiri
menyalahi orang-orang tsiqah. Hadits syadz terjadi pula pada sanad atau pada
matan.[9]
B.
Contoh
Hadist Syadz
Syadz dapat
terjadi pada sanad, dan bisa terjadi pada matan,
Contoh
Syadz Pada Sanad :
حدّ ثنا ابن ابي
عمر حدّثنا سفيان عن عمروبن دينارعن عوسجةعن ابن عباّس انّ رجلا مات على عهدرسول
الله صلىّ الله عليه وسلّم ولم يدع وارثاالاّعبداهو اعتقه فاعطاه النّبيّ صلىّ
الله عليه وسلّم ميراثه.
“Turmudzi berkata:
Telah menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Umar, telah menceritakan kepada kami,
Sofyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah, dari Ibnu Abbas, bahwa seorang
laki-laki meninggal dunia dimasa Rosulullah saw. Serta tidak meninggalkan ahli
warits, kecuali seorag hamba sahaya yang ia merdekakan(maula), makanabi saw.
Memberikan warisanya kepada hamba itu.
Dalam sanad yang
pertama, yang menjadi pokok adalah Sufyan bin ‘Uyainah. Sufyan meriwayatkan
dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah, dan dari Ibnu Abbas. Sedangkan disanad yang
kedua, yang menjadi pokok adalah Hammad bin Zaid. Hammad ini meriwayatkan dari
‘Amr bin Dinar, dari ‘Ausajah dan tanpa Ibnu Abbas.Sufyan dan Hammad adalah
orang-orang kepercayaan dan ahli dibidang hafalan, tetapi riwayat Sufyan yang
memakai sebutan Ibnu Abbas itu dibantu oleh Ibnu juraij.
Muhammad bin Muslim
ath-Tha-ifi dan lainya sedangkan riwayat Hammad tidak ada yang membantunya.
Maka berdasarkan keterangan tersebut dapat dikethui bahwa riwayat Sufyan lebih
patut(kuat) daripa riwayat Hammad. Karena itu Imam Abu Hatim menguatkan
riwayatsufyan. Riwayat Hammad yang
menyalahi riwayat Sufyan yang lebih kuat itu disebut Syadz, sedangkan
riwayat Sufyan disebut Mahfuzh(yang terpelihara). Syadz tersebut terjadi
pada sanad karena itu disebut Syadz pada sanad.[10]
Contoh syadz
pada matan, hadist yang diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi melalui Abdul
Wahid bin Zayaad dari Al-A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara marfu
(Rasulullah bersabda) :
إِذَا صَلَّى
أَحَدُكُمْ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَلْيَضْطَجِعْ عَنْ يَمِينِهِ
Jika telah
shalat dua rakaat Fajar salah seorang diantara kamu, hendaklah tiduran pada
lambung kanan.
Al-Baihaqii
berkata : Periwayatan Abdul Wahid bin Zayaad adalah Syadz karena menyalahi
mayoritas perawi yang meriwayatkan dari segi perbuatan Nabi bukan sabda beliau.
Abdul Wahid menyendiri diantara para perawi tsiqah.[11]
Dibuku
lain, juga disebutkan Contoh hadist syadz
pada matan :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
إذَ صَلَّى أَحَدُكُم رَكْعَتَى الفَجْرِ فَلْيَضْطَجِع على يَمينِهِ
(روه أبوهريرة – أبوصالح – الأعماش – أبوالواحد –أبو داود)
Artinya :“Rasullullah
S.A.W Bersabda : “Bila salah seorang darikamu telah selesai sembahyang sunat
dua rakaat fajar, maka hendaklah ia berbaring miring diatas pinggang kanannya”
كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم
: إذَ صَلَّى رَكْعَتَى الفَجْرِ إِضْطَجَعَ على شِقَّةِ الْأَيْمانِ
(روه عائشة – عروة ابن
الزبير – ابو الاسواد – سعد بن ابى ايوب – عبدالله بن يزيد
-- البخاري)
Artinya : “Adalah/Konon
Rasullullah S.A.W bila telah selesai bersembahyang sunat dua rakaat fajar,
beliau berbaring miring diatas pinggang kanannya.”
Hadist riwayat Abu
Dawud (Nomor I), yang bersanad Abul-Wahid bin Ziyad, Al-Amasy, Abu Shalih dan
Abu Hurairah r.a, yang diriwayatkan secara marfu itu adalah hadist syadz pada
matan nya, hal itu dapat kita ketahui setelah meninjau hadist yang diriwayatkan
oleh Bukhari yang bersanad, Abdullah bin Yazid, Said bin Abi Ayyub, Abul-Aswad,
Urwah bin Zubair dan Aisyah r.a. Dan riwayat atas dasar rawi-rawi yang lain
yang lebih tsiqah, yang meriwyatkan atas dasar, fi’il (Perbuatan Nabi).
Sedangkan Hadis Abu Dawud diriwayatkan atas dasar qaul (Perkataan) Nabi.
Oleh Karena menyalahi
(mukallafah) Hadist Abu Dawud dengan Hadist Bukhari (yang lebih tsiqah) tersebut terjadi pada
matannya, bukan pada sanad nya, maka hadist Abu Dawud tersebut dinamai dengan
hadist Syadz pada matannya, sedang hadist Bukhari dan lain nya disebut dengan
hadist mahfudzh (pada matannya). Dengan memperhatikan ta’rif hadis munkar dan
ma’ruf disatu pihak, dan hadist syadz dan mahfudzh dipihak lain.maka dapat
ditarik perbedaan-perbedaan sebagai berikut :
1. Bahwa Hadist syadz itu
diriwayatkan oleh rawi-rawi yang makbul, tetapi menyalahi akan rawi-rawi yang
makbulpula. Sedangkan hadist munkar, diriwayatkan oleh rawi-rawi yang ghairu
makbul, menyalahi rawi yang makbul.
2. Hadist syadz dan munkar
keduanya adalah hadist marjuh, sedangkan hadist ma’ruf dan mahfudzh, keduanya
adlah hadist yang rajah.
Sedangkan Muhaddisin menetapkan hadist syadz itu,
tidak tergantung kepada adanya perlawanan dengan hadist yang lain lebih rajah,
tetapi cukuplah men-syadzkan suatu hadist, apabila hadist itu hanya
diriwayatkan oleh seorang saja (satu sanad), baik ia kepercayaan atau tidak.
Riwayat seorang yang tidak kepercayaan ditinggalkan, tidak makbul, sedang
riwayat dari orang kepercayaan ditawaqqufkan.[12]
Kemudian dicontoh yang
lain:
حدّ ثناابن
السّرح حدّ ثناابن وهب اخبرني يونس عن ابن شهاب عن عمرة بنت عبدالرّحمن عن
عائشة زوج النّبيّ صلى الله عليه وسلم
انّ رسول الله صلى الله عليه وسلم نحر عن ال محمّد في حجّة الوداع بقرة واحدة.
Kata Abu Daud : Telah
menceritakan kepada kami, Ibnu sarah, telah menceritakan kepada kami, Ibnu
Wahb, telah mengkhabarkan kepada kami,Yunus, dari Ibnu Syihab dari ‘Amrah binti
Abdurahman, dari ‘Aisyah istri Nabi saw., bahwa Rosulullah saw. Berkurban utuk
keluraga Muhammad(istri-istrinya) pada Haji Wada’ seekor sapi betina.
Dengan Hadits :
رواه عمّارالدّهنيّ عن عبد الرّحمن بن القاسم عن ابيه عن
عائشة قالت ذبح عنّا رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم حججنا بقرة بقرة.
Diriwayatkan Hadits ini oleh ‘Ammar ad-Duhani, dari ‘Abdurrahman, bin
al-Qasim, dari ayahnya(al-Qasim), dari ‘Aisyah, ia berkata Rosulullah saw.
Telah menyembelih unta untuk kami pada hari
kami naik haji, seekor sapi, seekor sapi.
Yang menjadi pokok pembahasan pada hadits pertama ialah Yunus, dan
dalamhadits kedua ‘Ammar ad-Dhuni. Istri nabi berjumlah Sembilan orang. Didalam
hadits yang pertama disebutkan “seekor sapi” untuk Sembilan orang istri.
Sedangkan pada hadits kedua disebutkn “seekor sapi, seekor sapi” yang berarti
untuk Sembilan orang istri Nabi berkurban Sembilan ekor sapi. Dua Hadits ini
berlawanan perlu diperiksa mana yang lebihkuat. Yunus dan ’Ammar adalah
orang-orang kepercayaan, tetapai Hadits yang diriwayatkan oleh Yunus lebih kuat
daripada ‘Ammar. Riwayat Yunus dibantu oleh Ma’mar yang lafazh Haditsnya lebih
tegas dari riwayat Yunus, dan dibantu lagi dari jalan Abu Hurairoh.
Pembantu-pembantu ini meriwayatkan bahwa Nabi saw. Berkurban seekor sapi untuk
Sembilan orang istrinya.
Adapun riwayat ‘Ammar tidak mendapat bantuan. Sehingga riwayat Yunus lebih
kuat daripada riwayat ‘Ammar. Karena keganjilan terdapat pada matan maka
disebut Syadz pada matan.[13]
Berakaitan dengan hal itu, M. Syuhudi
Ismail merangkum pembahasan mereka ini dengan
mengatakan bahwa tanda-tanda matan hadits yang mengandung syudzudz itu
ialah: 1) Susunan
bahasanya rancu. Rasulullah yang sangat fasih dalam berbahasa Arab dan memiliki
gaya bahasa yang khas, mustahil menyabdakan pernyataan yang rancu tersebut.2)
Kandungan pernyataannya bertentangan dengan akal yang sehat dan
sangat sulit diinterpretasikan secara rasional.
3)
Kandungan pernyataannya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran
Islam misalnya saja berisi ajakan untuk berbuat maksiat.
4)
Kandungan pernyataannya bertentangan dengan sunnatullah (hukum
alam)
5)
Kandungan pernyataannya bertentangan dengan fakta sejarah.
6)
Kandungan pernyataannya bertentangan dengan petunjuk Al-Quran
ataupun hadits mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti.
C. ILLLAH
a.
Pengertian ‘Illah (علّة)
Dalam
bahasa mu’al’allalعلّل يعلّل تعليلا
فهو معلّلberasal dari akar kata ‘illah (علّة) yang diartikan al-maradh=penyakit. Seolah-olah hadis ini terdapat
penyakit yang membuat tidak sehat dan tidak kuat. Bagi kesehatan, penyakit ini
merupakan cacat penghalang bagi kesehatan seseorang. Dalam istilah ‘illah atau
mu’allal adalah :
هي
عبارة عن أسباب خفية غامضة طرأت على الحديث في صحته مع أنّ الظاهر السلامة منها
Illah
adalah ungkapan beberapa sebab yang samar tersembunyi yang dating pada hadist
kemudian membuat cacat dalam keabsahannya pada hal lahir nya selamat
daripadanya.
Hadist mu’alall
adah :
هو
الحديث الذي اطلع فيه على علة تقدح في صحّته مع أن الظاهر السلامة منها
Hadist
yang dilihat dalamnya terdapat illah yang membuat cacat kesahihan hadist,
padahal lahirnya, selamat daripadanya.[15]
Illah hadist
ialah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai kesahihan hadist,
misalnya : meriwayatkan hadist secara muttasil terhadap hadist mursal atau
hadist munqathi’, atau berupa sisipan yang terdapat pada matan hadist.[16]
Ilmu ini adalah
ilmu yang tersamar bagi banyak ahli hadist, ia dapat dikatakan jenis ilmu
hadist yang paling dalam dan rumit, tak dapat diketahui penyakit-penyakit
hadist, melainkan oleh ulama yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang
martabat-martabat perawi dan mempunyai yang kuat terhadap snad dan matan-matan
hadist. Ibnu Katsir berkata, “ Yang dapat meneliti Ilmu ini adalah para
ulama-ulama yang ahli, yang dapat membedakan hadist sahih dan yang sakit, yang
lurus dan bengkok, sesuai tingkatan ilmu, kepandaian, dan ketelitian mereka
tentang jalan hadist, serta ketajaman perasaan pada keindahan lafadz hadist
Rasullullah yang tidak mungkin menyamai perkataan manusia”.
Diantara
riwayat hadist, ada yang asli, ada yang mengalami perubahan pada lafadz atau
penambahan, atau pemalsuan dan seterusnya. Semua ini hanya dapat diketahui oleh
ulama yang mempunyai pengetahuan yangsempurna tentang ilmu ini. Sedangkan ta’il
dapatdisimpulkan dari sanad, hanya dapat ditunjukan dengan praktek, dan
memaparkan contoh-contohnya. Cara mengetahui ‘illah hadist ialah dengan
mengumpulkan beberapa jalan hadist dan mencermati perbedaan perawinya dan
kedhabithtan mereka, yang dilakukan oleh orang yang ahli dalam ilmu ini. Dengan
cara ini akan dapat diketahui apakah hadist itu mu’tal (ada ‘illat nya) atau
tidak. Jika menurut dugaan penelitinya ada ‘illat pada hadist tersebut maka
dihukuminya sebagai hadis yang tidak sahih. Illat pada hadist sering terdapat
pada hadist yang bersambung sanadnya dalam bentuk mursal, atau pada hadist
marfu’dalam bentuk mauquf, atau maksudnya satu hadist pada hadist yang lain,
atau selain itu. Hal ini dapat diketahui oleh para ahli dalam bidang ini dengan
cara mengumpulkan beberapa jalan sanad dan membandingkannya.[17]
Dari definisi
diatas dapat kita fahami kereteria ‘illah adalah adanya cacat yang tersembunyi
dan cacat itu mengurangi atau menghilangkan kesahihan hadist. Jika cacat itu
tidak tersembunyi dan tidak mengurangi
keabsahan suatu hadist tidak disebut ‘illah. Namun, bagi selain muhaddistin
‘illah terkadang diartikan cacat secara umum dalam hadist baik tersembunyi dan mencacatkan keabsahan suatu hadist atau
tidak seperti sifat dusta, banyak kelupaan, dan lain-lain.
b.
Terjadinya ‘Ilah
Ilat kadang terdapat pada sanad, dan kadang terdapat pada matan,
dan kadang terdapat pada keduanya secara bersamaan.
1.
Contoh Ilat pada sanad :
Hadist yang diriwayatkan oleh Ya’la bin Ubaid At-Thanafisi, dari
Sufyan Ats-Tsauri, dari Amru bin Dinar, Dari
Ibnu Umar, Dari Rasullullahi S.A.W bersabda, “Kedua orang yang berjual
beli itu dapat melakukan khiyar’…”, al-hadist.
Keterangan : Sanad pada hadist ini adalah muttashil, atau
bersambung, diceritakan oleh orang yang adil, dari orang yang adil pula, tapi
sanadnya tidak sahih karena terdapat illat didalamnya. Sedangkan matannya
sahih. Letak illatnya karena riwayat Ya’la bin Ubaid terdapat kesalahan pada
sufiyan dengan mengatakan “Amru bin Dinar”, yang benar adalah : “Abdullah bin
Dinar”,. Demikian yang diriwayatkan oleh para imam dan huffazh dari murid-murid
Sufyan Ats-Tsauri seperti, Abi Nu’aim Al-Fadhl bin Dakin, Muhammad bin Yusuf
meriwayatkan dari Sufyan, dari Abdullah bin Dinar, dari ibnu Umar, bukan dari
Amru bin Dinar, dari ibnu Umar.
2.
Contoh Illat Pada Matan :
Hadist yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam sahihnya dari
riwayat Al-Walid bin Muslim : “Telah bercerita kepada kami Al-Auza’I, dari
Qatadah, bahwasanya dia pernah menulis surat memberitahukan kepadanya tentang
Anas bin Malik yang telah bercerita kepadanya, dia berkata, “Aku pernah shalat
dibelakang nabi S.A.W, AbuBakar, Umar, Utsman, mereka memulainya dengan membaca
: “Alhamdulliahirrabbil Alamin” tidak menyebut “abismillahirrahmanirranim” pada
awal maupun akhir bacaan.”
Imam muslim juga meriwayatkan dari Al-Walid, dari Al-Auza’I telah
memberitahukan kepadaku Ishaq bin Abdillah bin Thalahah, bahwasanya dia
mendengar Anas menyebut demikian.
Ibnu Ash-Shalah dalam kitab “Ulumul Hadis” berkata, “Sebagian kaum
mengatakan bahwa riwayat diatas tersebut (yang menafikan bacaan basmallah)
terdapat illat. Mereka berpendapat bahwa kebanyakan riwayat tidak menyebut
basmallah tetapi membaca hamd
Lah dial bacaan, dan ini yang muttafaqun ‘alaihi menurut
Imam Bukhari dan Muslim dalam sahihnya. Mereka mengatakan bahwa dalam lafadz
tersebut adalah riwayat difahaminya secara maknawi, yaitu lafadzh :(Artinya :
Mereka membuka bacaan shalat dengan membaca Alhamdulillahirabbil’allamin),
difahami bahwa mereka tidak membaca basmallah, maka meriwayatkan sebagaimana
yang difahaminya, dan ternyata salah, Karena maknanya bahwa surat yang mereka
baca adalah surat Al-fatihah yang tidak disebutkan padanya basmallah. Ditambah
lagi dengan beberapa hal, yaitu : sahabat Anas ditanya tentang iftitah dengan
basmallah, lalu dia menyebutkan bahwa dia tidak mengetahui sesuatu pun dari
Rasullullah S.A.W tentang itu.
3.
Contoh Illat pada sanad dan Matan :
Diriwayatkan Baqiyah dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari
Ibnu Umar, dari Nabi S.A.W bersabda : “Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari
shalat Jum’at dan shalat lainya maka telah mendapatkan shalatnya.”
Abu –Hatim Ar-Razi, berkata “Hadist ini sanad dan matan nya salah.
Yang benar adalah riwayat Az-Zuhri dari Abi Salamah dari Abi Hurairah dari Nabi
S.A.W bersabda, “Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat dari shalat maka ia
telah mendapatkannya.” Sedangkan lafazh : “Shalat Jum’at” tidak ada dalam
hadist ini, dengan demikian terdapat illat pada sanad dan matan nya. [18]
Hadist yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Abu Dawud, dari
Qutaibah bin Sa’id memberikan kepada kami Abdussalam bin Harb Al-Mala’I dari
Al-A’masy dari Annas berkata :
كان
النبيّ صلّى الله عليه وسلم إِذَ أَرَادَ الْحَاجَةَ لَمْ يَرْفَعْ ثَوْبُهُ حَتَى
يَد نو مِنَ الأَرْضِ
Adalah Nabi S.A.W ketika hendak hajat tidak mengangkat kainya
sehingga dekat dengan tanah.
Hadist diatas
lahirnya sahih karena semua perawi dalam sanad yang tsiqah, tetapi Al-A’masy
tidak mendengar dari Annas bin Malik. Ibnu Al-Madini mengatakan, bahwa Al-Amasy
tidak mendengar dari Anas bin Malik. Dia melihatnya di mekah shalat di belakang
Maqam Ibrahim.[19]
Kualitas (Ilat)
yang samar bagi penyebab cacat nya hadit ialah misalnya kesendirian seorang
rawi yang terpercaya dan dhabith dalam meriwayatkan hadist, yang riwayat nya
berbeda dengan riwayat rawi-rawi yang relative lebih terpercaya dan dhabit
daripadanya, atau berbeda dengan, riwayat mayoritas rawi-rawi yang terpercaya,
serta adanya indikasi-indikasi yang samar yang resfektif mengikat para ahli
hadist yang ketelitiannya sampai pada tingkat kepekaan yang sanggat tinggi
untuk menyatakan adanya sebab-sebab cacat samar yang berakibat kesahihahan
hadist menjadi cacat. Illat kadang bisa menjadikan cacat kesahihan suatu hadist
dan kadang tidak. Oleh karena itu, para ulama membatasi Illat yang bias
menghilangkan kesahihan suatu hadist, dengan sebutan “Illah Qadihah” (Illat
yang membuat cacat hadist). Kereteria dari bentuk illah itu banyak, diantaranya
adalah seorang rawi meriwayatkan dari seorang rawi lain tetapi rawi itu tidak
mendengar dari padanya hadist-hadist tertentu, maka illahnya berbentuk “ dia
tidak pernah mendengar hadist itu daripadanya.” Contohnya seperti hadist Yahya
bin Muhammad bin Abu Katsir, dari sahabat Anas, “Bahwasanya Nabi S.A.W apabila
berbuka puasa diantara keluarganya, bersabda, telah berbuka puasa disisimu
orang-orang yang berpuasa..” Menurut Imam Hakim, Yahya bin Muhammad bin Katsir
meriwayatkan hadist itu dari Anas seolah-olah dia pernah bertemu dengannya,
padahal telah diketahui dengan jelas melalui riwayat yang lain bahwa dia tidak
mendengar hadist itu dari Anas.[20]
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Secara etimologi, Syadz
artinya: yang ganjil, yang jarangada, yang menyalahi. Secara Terminologi, yaitu
menurut Muhaddisin, ialah:
ما رواه المقبول مخالفامن كان اُرجع
منه لمزيدضبط اًوكثره عد داُو غير زلك من وجوه التر جيحات
“Hadits yang
diriwayatakan oleh seorang yang makbul(tsiqah) menyalahi riwayat orang yang
lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabitan atau banyak sanad atau
lain sebagainya dari segi pentarjihan.
Kejanggalan hadist
Syadz adakalanya terdapat pada matan adakalanya terdapat pada sanad.
Pada dasarnya hadits syaz tergolong dalam
hadits dhaif dan ditolak, tidak boleh dijadikan hujah serta tidak boleh
beramal. Hadits syaz yang ditolak, boleh dinaik tarafkannya kepada hasan li
ghairih jika diriwayatkan melalui raikaian sanad lain yang lebih kuat dan lebih
baik daripadanya.
Illah hadist
ialah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai kesahihan hadist,
misalnya : meriwayatkan hadist secara muttasil terhadap hadist mursal atau
hadist munqathi’, atau berupa sisipan yang terdapat pada matan hadist.
Illat kadang terdapat pada sanad, dan kadang terdapat pada matan,
dan kadang terdapat pada keduanya secara bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta :Amzah,
2009,)
Al-Qathan,
Syaikh Manna, Pengantar Studi
Ilmu Hadits, (Jakarta:
Pustaka Al-Kausar,2005 )
A. Qodir
Hassan, Ilmu Mustolahul Hadits. (Bandung : CV Diponegoro
Fatchur Rahman,
Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits, (Bndung : Alma;arif, 1974)
Endang Spetari,
Ulum Al-Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2010),
Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib,
Ushul Al-Hadist Pokok-pokok Ilmu Hadist, (Jakarta : Gaya media pratama,
2007)
Muhammad Alwi
Almaliki, Ilmu Ushul Hadist, (Yogyakarta: Pustaka Belajar Offset, 2009)
M. Abdurrahman,
Pergeseran Pemikiran Hadits,(Jakarta : Pramadina, 2000)
M.
Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan
Bintang, 1992)
Rosmawati Ali
dan Mat Zin, Pengantar Ulum Hadis,(Jakarta:
Pustaka Salam, 2005.)
[2]
Ibid. h.166
[4]Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadist Pokok-pokok Ilmu Hadist,
(Jakarta : Gaya media pratama, 2007)
h. 312-313
[7]
Op.cit, Rosmawati Ali dan Mat Zin, Pengantar Ulum Hadits, h. 246
[8]
Muhammad Alwi Almaliki, Ilmu Ushul Hadist, (Yogyakarta: Pustaka Belajar
Offset, 2009), h. 109-110
[9] M.
Abdurrahman, Pergeseran Pemikiran Hadits,(Jakarta : Pramadina, 2000), h.
155
[10] A.
Qodir Hassan, Ilmu Mustolahul Hadits. (Bandung : CV Diponegoro)
h.188-189.
[12]
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahu’l Hadits, (Bndung : Alma;arif,
1974) h, 201-203
[13]
Ibid. h.189-190.
[14]M. Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadits Nabi,
Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 92
[15]Op.cit,
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis h. 189-190
[16]
Endang Spetari, Ulum Al-Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.121
[18]Ibid.
h. 101-102
[19]Op.cit. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis h.
189-190
[20]
Op.cit. Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadist, h. 122-123
4 komentar:
Mens Black Titanium Wedding bands - Tintin Arts
Buy Mens Black Titanium wedding bands titanium camping cookware at Tintin Arts. Choose ford fusion titanium 2019 from the range of wedding bands, wedding titanium mountain bikes packages, and more at titanium properties a discounted ford escape titanium price.
y200d7kodnr666 horse dildo,Wand Massagers,double dildos,wholesale sex toys,wolf dildo,huge dildos,horse dildo,dual stimulator,cheap sex toys n191k3iapov088
b637f8gfcbk731 horse dildo,sex chair,penis rings,wholesale sex toys,dildo,cheap sex toys,huge dildos,horse dildo,male sexy toys j988s0rfokf954
v825t6btgjk824 dildos,dildo,wholesale sex toys,vibrators,Male Masturbators,horse dildo,sex toys,Panty Vibrators,Discreet Vibrators s146w9exhzy672
Posting Komentar