BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan paradigma studi ilmu administrasi negara sangat
cepat dan mengikuti perubahan lingkungan yang mempengaruhinya. Seperti studi
yang sistematis yang dilakukan oleh Nicholas Henry (1995) yang mengelompokkan
paradigma administrasi negara atas; (a) dikhotami politik administrasi, (b)
paradigma prinsip-prinsip administrasi negara, (c) paradigma administrasi
negara sebagai ilmu politik, (d) paradigma administrasi negara sebagai ilmu
administrasi, dan (e) paradigma
administrasi negara sebagai ilmu administrasi negara sampai pada tahun 1970.
Setelah tahun 1970, paradigma administrasi negara berkembang menjadi paradigma
administrasi pembangunan (J.B Kritiadi:1997). Dalam paradigma ini peran
pemerintah dalam pembangunan negara-negara berkembang sangatlah besar. Oleh
karena itu menurut Abdullah (1984) peran administrasi pembangunan dalam proses
pembangunan adalah sebagai ”Agen of
Change”. Hal ini berarti proses perencanaan, perumusan kebijaksanaan,
implementasi dan pengendalian pelaksanaan pembangunan semuanya dilakukan oleh
pemerintah..
Salah satu fungsi pemerintah
yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan umum sebagai wujud dari tugas umum
pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Birokrasi merupakan
instrumen pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif,
berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk mampu
melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi birokrasi harus
profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai tuntutan masyarakat yang
dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur negara dilakukan
secara terus menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan efektif, bersih
dan berwibawa, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas umum pemerintah maupun
untuk menggerakkan pembangunan secara lancar dengan dilandasi semangat dan
sikap pengabdian terhadap masyarakat.
Seiring dengan hal tersebut
Abdullah (1984) mengatakan bahwa determinan penting untuk meningkatkan kinerja
birokrasi pemerintah adalah dibutuhkan ”Infra-Struktur Admnistrasi” yang
memiliki kesiapan dan ketangguhan pada semua tingkatan dan tahapan yang
meliputi : (a) organisasi pelaksana yang berintikan birokrasi yang mantap dan
tangguh; (b) sistem administrasi atau tata laksana yang efektif dan efisien;
dan (c) susunan aparatur atau personalia yang berkemampuan tinggi dari segi
profesional, orientasional yang disertai rasas dedikasi yang tinggi. Hal ini berarti
bahwa kinerja pemerintah dalam merencanakan, mengimplementasikan dan evaluasi
serta pengendalian proses pembangunan dan pelayanan masyarakat sangat
ditentukan oleh faktor kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia,
aparatur dan dukungan sarana dan prasarana yang tersedia.
Sorotan tajam tentang kinerja dalam menyelenggarakan pelayanan publik menjadi wacana yang aktual dalam
studi administrasi negara akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan dan pada sisi lain
munculnya konsep privatisasi, swastanisasi, kontak kerja yang pada intinya
ingin meminimalkan campur tangan pemerintah yang terlalu besar dalam pelayanan
publik (Savas, 1983, Osborne, 1992).
Studi yang dilakukan oleh
Savas (1983), LAN Jawa Barat (1999) menunjukkan bahwa kinerja pegawai dalam menyelenggarakan pelayanan publik lebih rendah ketimbang yang
dilakukan oleh pihak swasta atau kelembagaan masyarakat lainnya. Bahkan Savas
mengatakan bahwa tugas pemerintah adalah mengarahkan bukan mengayuh perahu.
Memberikan pelayanan adalah mengayuh dan pemerintah tidaklah pandai mengayuh.
Di kalangan masyarakat masih
terdapat keluhan berbagai pelayanan pemerintah, begitu juga dalam pelayanan di
Kantor Urusan Agama, pelayanaan pra nikah dan penyuluhan yang berkaitan
langsung dengan masyarakat masih terdapat berbagai keluhan, misalnya masih
adanya unsur-unsur yang dirasa sulit, bahkan masyarakat
mengatakan bahwa kalau bisa dipersulit mengapa harus dipermudah dan bila ada
pilihan lain untuk mendapat Akta Nikah selain dari Kantor Urusan Agama/ KUA,
maka saya akan memilih ke Supermaket karena disana pegawainya ramah, suka
senyum, menanyakan apa yang dapat dibantu. Sebaliknya kalau anggota warga
masyarakat ke kantor Kantor Urusan Agama/ KUA sangat paradoksal dengan apa yang
terjadi di Supermaket untuk mendapat pelayanan.
Semua ini menunjukkan bahwa
kerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik masih memerlukan kajian
yang mendalam dan sungguh-sungguh sehingga peran sebagai instrumen masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dapat
diwujudkan.
Kasus pelayanan yang dilakukan
oleh instansi pemerintah khususnya di Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten
Hulu Sungai Utara menarik dikaji terutama yang berkaitan dengan kinerja pegawai yang dirasa masih kurang optimal,
tidak terlepas dari ketersediaan tenaga kerja atau sumber daya manusia yang
handal, pengawasan serta fasilitas yang memadai seperti
kantor yang relative kecil, tempat
parkir yang tidak tersedia,, oleh
sebab itu pula diperlukan pelatihan kepemimpinan yang baik agar target yang
ditetapkan dapat tercapai. Disamping itu pula pegawai perlu diberikan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, Sehingga memberikan
pelayanan secara maksimal untuk dapat saling bekerja dalam mencapai tujuan
organisasi.
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimana kinerja pegawai pada Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara?
- Faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan kinerja pegawai pada Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui
kinerja pegawai pada Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu
Sungai Utara
2. Untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang berkaitan
dengan kinerja pegawai pada Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara
D.
Manfaat Penelitian
- Secara Teoritis; hasil penelitian ditetapkan sebagai manfaat bagi pengetahuan dan administrasi negara terutama yang berkaitan dengan manajemen SDM pelayanan pemerintah.
- Secara Praktis; hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk evaluasi kinerja instansi Pemerintah khususnya Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara dalam menyempurnakan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik pada masa datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kinerja
1. Pengertian
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia
dari kata dasar “kerja” yang menterjemahkan dari kata bahasa asing prestasi.
Bisa pula berarti hasil kerja. Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan
jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Hasibuan (2001:34) mengemukakan kinerja (prestasi
kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman
dan kesungguhan serta waktu.
Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah :“
merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai
dengan perannya dalam sebuah instansi”.
Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana
seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”
Sedangkan menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Lembaga Administrasi Negara republik Indonesia disingkat LAN-RI dalam buku
Pasalog “Teori Administrasi Publik” (2008: 175) merumuskan kinerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program,
kebijakasanaan dan mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.
Konsep kinerja yang dikemukakan oleh LAN –RI lebih mengarahkan kepada acuan
kerja suatu organisasi publik yang cukup relevan sesuai dengan strategi
suatuorganisasi yakni dengan misi dan visi yang lain yang ingin dicapai.
Berdasarkan
pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas
dan kuantitas dari suatu hasil kerja individu maupun kelompok dalam suatu
aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan lami atau kemampuan yang
diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi, dengan
melakukan penilaian kinerja.
2. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses
di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja seringkali membutuhkan
penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya pengukuran
adalah untuk meningkatkan secara umum.
Dwiyanto (2006:4) mengatakan bahwa penilaian
kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebagai ukuran
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya.
Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan kunci
guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efesien, karena adanya
kebijakan atau program yang lebih baik atas dasar sumber daya manusia yang ada
dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka
dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja pegawai.
Menurut Wahyudi (Keban, 2008 :213) “Penilaian
kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis
tentang prestasi kerja/jabatan seorang tenaga kerja, temasuk potensi
pengembangannya.
Manfaat Pengukuran Kinerja
Berikut adalah alasan mengapa
organisasi mengadopsi pengukuran kinerja (Behn, 2003)
1. Untuk
Mengevaluasi
Yakni untuk
mengevaluasi seberapa baik suatu organisasi berkinerja. Proses evaluasi ini
terdiri dari dua variabel: data kinerja organisasi dan patokan yang menciptakan suatu kerangka untuk
menganalisis data kinerja tersebut.
2. Untuk Mengendalikan
Manajer memiliki
kebutuhan untuk memastikan bahwa bawahan mereka telah melakukan pekerjaan
mereka secara benar. Organisasi pun menciptakan sistem pengukuran yang
menentuan tindakan tertentu apa yang harus dilakukan oleh karyawan. Setelah
itu, mereka pun mengevaluasi apakah sang karyawan betul-betul telah melakukan
apa yang telah ditugaskan kepada mereka dan membandingkannya dengan standar
kinerja.
3. Untuk Menganggarkan
Anggaran adalah perangkat mentah untuk meningkatkan kinerja. Kinerja yang
buruk tidak selalu berubah menjadi baik ketika dilakukan pemotongan anggaran
sebagai tindakan disipliner. Terkadang penaikan anggaran lah yang menjadi
jawaban untuk peningkatan kinerja.
4. Untuk Memotivasi
Para
karyawan perlu diberikan target yang signifikan untuk mereka raih dan lalu
menggunakan ukuran kinerja -termasuk target antara- untuk memfokuskan ernergi
para karyawan dan memberikan perasaan telah mencapai sesuatu. Target kinerja
juga bisa mendorong munculnya kreativitas dalam mengembangkan cara-cara yang
lebih baik untuk mencapai suatu tujuan.
5. Untuk Merayakan
Organisasi
perlu memperingati prestasi-prestasi yang mereka raih, karena ritual semacam
peringatan ini bisa mengikat orang-orang yang ada di dalam tim, memberikan
mereka perasaan terikat. Perayaan merupakan aktivitas yang mengeksplisitkan
pengakuan atas prestasi dan pencapaian.
6. Untuk Bisa Belajar
Pembelajaran
merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh organisasi untuk bisa terus
berkembang. Pembelajaran ini bisa didapat dengan mengevaluasi kinerja sendiri,
semisal dengan mengidentifikasi apa-apa saja yang berhasil dan yang tidak.
Dengan mengevaluasi hal ini, organisasi akan bisa pelajari alasan di balik
kinerja baik dan buruk.
7. Untuk Mengembangkan
Organisasi
harus belajar tentang apa-apa yang harus dilakukan secara berbeda untuk
memperbaiki kinerja. Oleh karenanya organisasi membutuhkan umpan balik untuk
menilai kesesuaian rencana dan arahan serta target sehingga bisa didapatkan
pengertian mana-mana saja perihal yang perlu diperbaiki dan dikembangkan.
Prinsip
Pengukuran Kinerja
Seluruh
aktivitas kerja yang signifikan harus diukur :
·
Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat
dikelola karena darinya tidak ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya
·
Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau
bahkan ditiadakan
·
Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk
seluruh kerja yang diukur
·
Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan
akuntabilitas hasil alih-alih sekedar mengetahui tingkat usaha
·
Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam
apa yang diinginkan adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan
kerja dari mereka menjadi operasional
·
Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan
secara kerap
·
Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan
korektif yang segera dan tepat waktu
·
Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan
untuk manajemen kendali yang efektif
3.
Indikator Kinerja
Secara sederhana,
indikator kinerja adalah uraian ringkas yang menggambarkan tentang suatu
kinerja yang akan diukur dalam pelalaksanaan suatu program terhadap tujuannya.
Mengingat pernyataan suatyu hasil menyatakan apa yang ingin dicapai, indikator
menyampaikan secara spesifik apa yang diukur untuk menentukan apakah tujuannya
telah tercapai. indikator biasanya merupakan ukuran kuantitatif, tetapi bisa
juga berupa pengamatan kualitatif. Indikator tersebut menentukan bagaimana
kinerja akan diukur menurut suatu skala atau dimensi, tanpa menjelaskan
secara spesifik suatu tingkat pencapaian tertentu.
Menurut Dwiyanto, 1995,
ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi
publik yaitu sebagai berikut:
a. Produktivitas.
Konsep produktivitas
tidak hanya mengukur tingkat efesiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan.
Produktivitas umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output.
b. Kualitas layanan.
Kepuasan masyarakat
biasa menjadi paramter untuk menilai kinerja publik.
c. Responsivitas.
Responsivitas adalah
kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat. Menyusun agenda dan
prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai
dengan kebutuhan dan apresiasi masyarakat.
d. Responsibilitas.
Responsibiitas menjelaskan
apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang
eksplisit maupun implisit. (Lenvine, 1990).
4. Penilaian Kinerja
Penilaian
kinerja ( performance appraisal )
pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara
efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas
sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu
sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan,
melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang
bagaimana kinerja karyawan.
Menurut
Bernardin dan Russel ( 1993 : 379 ) “ A
way of measuring the contribution of individuals to their organization “.
Penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu ( karyawan) kepada
organisasi tempat mereka bekerja.
Menurut Cascio ( 1992 : 267 )
“penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis
tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu
kelompok”.
Menurut Bambang Wahyudi ( 2002 :
101 ) “penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik
dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk
potensi pengembangannya”.
Menurut Henry Simamora ( 338 :
2004 ) “ penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.
Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Syafarudin Alwi ( 2001 :
187 ) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang
bersifat evaluation dan development yang bersifat efaluation harus
menyelesaikan :
a. Hasil penilaian
digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi
b. Hasil penilaian
digunakan sebagai staffing decision
c. Hasil penilaian
digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi.
Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan :
a. Prestasi riil
yang dicapai individu.
b. Kelemahan-
kelemahan individu yang menghambat kinerja
c. Prestasi- pestasi
yang dikembangkan.
Manfaat Penilaian
Kontribusi hasil-hasil penilaian
merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi
adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah :
a. Penyesuaian-penyesuaian
kompensasi
b. Perbaikan kinerja
c. Kebutuhan latihan
dan pengembangan
d. Pengambilan
keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan
perencanaan tenaga kerja.
e. Untuk kepentingan
penelitian pegawai
f. Membantu
diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
a. Pendidikan
Para ahli banyak memberikan batasan
yang berbeda mengenai pengembangan sumber daya manusia. Ketidaksamaan ini bisa
dipahami dan muncul karena para ahli melihat sesuatu fenomena dari sudut
pandangan dan perspektif yang berbeda pula, sesuai dengan kondisi serta
kepentingan masing- masing negara, akan tetapi pada hakekatnya apapun pandangan
yang dikemukakan para ahli yang berbeda pada dasarnya mempunyai pengertian yang
sama tentang pengembangan sumber daya manusia.
Notoatmodjo (2002:51) membagi
kualitas manusia ke dalam dua aspek, yakni aspek fisik (kualitas fisik) dan
aspek non fisik (kualitas non fisik). Peningkatan kualitas fisik dapat
diupayakan melalui program padat karya, program kesehatan sedangkan program non
fisik dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.
Notoatmodjo (2002:55) dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa batasan pengembangan sumber daya manusia bisa
dilihat secara makro dan secara mikro. Secara makro pengembangan sumber daya
manusia merupakan suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia
dalam rangka mencapai suatu tujuan perusahaan, sedangkan secara mikro merupakan
suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan dan pengembangan karier
pegawai untuk menghasilkan hasil optimal.
Dalam hal pendidikan, telah sama-sama
diketahui bahwa perubahan sikap dan karakteristik maupun kemampuan merupakan
sesuatu yang membutuhkan pendidikan jangka panjang. Dan pendidikan adalah
strategi jangka panjang yang penting, baik untuk meningkatkan kemampuan pegawai
maupun untuk perusahaan.
Mengenai pengertian dan batasan yang
dikemukakan oleh para ahli, terhadap pendidikan, maka pendidikan mutlak dilakukan
karena pendidikan bukan semata hanya menguntungkan
pegawai yang mengikutinya tetapi juga merupakan peningkatan efektivitas dan
efisiensi dalam pekerjaan serta pemantapan perwujudan perilaku yang diinginkan dalam
suatu organisasi maupun satuan kerja.
Dengan demikian pendidikan berupa
upaya peningkatan pengetahuan bagi para
pegawai berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan kedua
batasan yang telah dikemukakan, pengembangan sumber daya manusia mempunyai
batasan yang sangat luas sekali, tetapi menurut Hasibuan (2001: 45) meskipun
kesehatan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat pengembangan karier di tempat kerja dan
kehidupan politik yang bebas termasuk pendukung dalam pengembangan sumber daya
manusia, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam
pengembangannya.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa pendidikan bersifat teoritis, yang berhubungan dengan
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta kematangan berfikir
yang otomatis diikuti dengan perubahan moral dan perilaku dalam melaksanakan
tugas.
Untuk meningkatkan kemampuan
seseorang pegawai atau pekerja dapat dilakukan dengan melalui pendidikan.
Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu
dengan lebih cepat dan tepat.
Tujuan pendidikan adalah :
1)
Mewujudkan
profesionalisme pegawai melalui peningkatan pengetahuan.
2)
Mewujudkan
produktivitas kerja pegawai melalui pola kerja yang efektif, efisien dan terpadu.
3)
Mewujudkan
sikap dan perilaku pegawai yang disiplin, penuh pengabdian dan keteladanan
serta memiliki etos kejuangan yang tinggi dalam pelaksanaan tugas.
4)
Menyiapkan
pegawai yang memiliki kualifikasi pendidikan untuk menduduki jabatan struktural
dan fungsional dalam rangka penataan kelembagaan.
b.
Pelatihan
Pengertian latihan perlu dikemukakan,
sebab hal ini banyak orang yang menyamakan pengertian pendidikan dan latihan.
Latihan dalam bahasa Inggris adalah “training” sedangkan pendidikan “Education”.
Menurut M. Ngalim Purwanto, (2006: 94) Pelatihan disebut juga dengan
upgrading, ialah segala usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk
meninggikan atau meningkatkan taraf ilmu pengetahuan dan kecakapan para
pegawai, guru-guru atau petugas pendidikan lainnya, sehingga dengan demikian
keahliannya bertambah luas dan mendalam.
Latihan dalam ilmu pengetahuan perilaku
adalah suatu kegiatan lini dan staf yang tujuannya adalah mengembangkan
pemimpin untuk memperoleh efektivitas pekerjaan perseorangan yang lebih besar,
hubungan antara perseorangan dalam organisasi yang lebih baik dan penyesuaian
pemimpin yang ditingkatkan kepada suasana seluruh lingkungannya (Moekijat, 1999:66).
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa pelatihan bersifat praktek, yang berhubungan dengan
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan serta kematangan berfikir
yang otomatis diikuti dengan perubahan moral dan perilaku dalam melaksanakan
tugas.
Dilihat dari perspektif administrasi
kepegawaian ataupun manajemen kepegawaian maupun manajemen pengembangan sumber
daya manusia, bahwa pendidikan dan pelatihan mempunyai arti yang sangat luas
dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Namun, Notoatmodjo (2002:54)
menyatakan bahwa pelatihan dapat dibedakan dari pendidikan, antara lain dapat
dilihat dari tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1
Perbedaan Pendidikan dan
Pelatihan
No.
|
Perbedaan
|
Pendidikan
|
Pelatihan
|
1.
|
Pengembangan
kemampuan
|
Menyeluruh
(Overall)
|
Khusus
(Specific)
|
2.
|
Are kemampuan
(penekanan)
|
Kognitif,
efektif, psycomotoric
|
Psycomotoric
|
3.
|
Jangka waktu
pelaksanaan
|
Panjang (Long
term)
|
Pendek (Short
term)
|
4.
|
Penekanan
metode belajar
|
Konvensional
|
Inconvensional
|
5.
|
Materi yang
diberikan
|
Lebih Umum
|
Lebih Khusus
|
6.
|
Penghargaan
proses akhir
|
Gelar (Degree)
|
Sertifikat
(Non degree)
|
Sumber
: Notoatmodjo, 2002
Handoko (2001:22), bahwa dalam
program pelatihan terhadap teknik “Trade-Off” dan metode-metode
atau teknik terbaik tergantung pada sejauh mana teknik atau metode tersebut
memenuhi faktor-faktor :
1.
Efektivitas
biaya.
2.
Isi
program yang dikehendaki.
3.
Kelayakan
fasilitas.
4.
Preferensi
dan kemampuan peserta.
5.
Preferensi
dan kemajuan instruktur atau pelatih.
6.
Prinsip-prinsip
belajar.
Oleh karena itu pada organisasi yang
sedang tumbuh dan berkembang akan mendistribusikan kegiatan pada bagian-bagian
tertentu guna mencapai tujuan organisasi. Setiap bagian akan melaksanakan suatu
kegiatan. Untuk melaksanakan kegiatan itu ditunjuk orang yang cocok. Orang yang
cocok akan dapat mengembangkan diri sesuai dengan kegiatan pada bagian itu.
Pelatihan memegang peranan penting,
demi tercapainya pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu pelatihan merupakan langkah
akhir untuk menjamin pegawai memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan. Untuk itu pelatihan akan memenuhi tuntutan
pekerjaan sekarang. Ini disebabkan oleh kesenjangan yang terjadi antara
prestasi dengan jabatan yang diduduki sekarang, kemudian memenuhi tuntutan
lain, ini dikarenakan jabatan yang tinggi. Dengan jabatan yang lebih tinggi
diharapkan seorang pegawai harus lebih generalis dan memenuhi tuntutan
perubahan. Perubahan suatu organisasi yang dipengaruhi oleh lingkungan intern
dan ekstern akan membawa dampak terhadap perlunya pengetahuan baru.
Untuk meningkatkan kemampuan
seseorang pegawai atau pekerja dapat dilakukan dengan melalui pelatihan.
Pelatihan akan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja seorang pegawai.
Dalam program-program pelatihan
dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran
serta memperbaiki kepuasan kerja.
Terdapat dua pengembangan manajemen
menurut Handoko (2001:29) yaitu :
1.
Metode
Praktis (On the job training)
2.
Teknik-teknik
presensi informasi dan metode-metode simulasi (Off the job training).
c.
Motivasi
Motivasi merupakan bagian penting
dalam meningkatkan gairah kerja dan memelihara hubungan antara pimpinan dan
bawahan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi demi meraih keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuan, sasaran dan kepentingan-kepentingan pribadi para anggota
organisasi.
Menurut
Noehi Nasution sebagaimana yang dikutip Syaiful Bahri Djamarah (2002: 166) motivasi
adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Thurson Hakim (2001: 26) berpendapat
bahwa: “Motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan kehendak yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu.”
Hal ini didukung oleh Mangkunegoro
(2000), yang menjelaskan bahwa dari segi psikologi kenyataan menunjukkan bahwa
bergairah atau bersemangat. dan sebaliknya tidak bergairah atau tidak
bersemangat seorang pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sangat dipengaruhi
oleh motivasi kerja yang mendorongnya. Dalam kajian lebih lanjut motivasi kerja
ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu :
1.
Motivasi
internal, adalah dorongan yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai
individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat/mana pekerjaan yang
dilaksanakannya. Atau dapat dikatakan motivasi ini bersumber dari pekerjaan
yang dikerjakan baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau menyenangkan atau
memungkinkan mencapai suatu tujuan maupun mungkin memberi harapan demi masa
depan.
2.
Motivasi
eksternal, dorongan kerja yang bersumber dari luar diri pekerjaan sebagai
individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan
secara maksimal misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang
tinggi, jabatan/posisi terhormat atau memiliki kekuasaan besar, pujian, hukuman
dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian di atas
nampak bahwa pada intinya motivasi adalah dorongan yang menggerakkan seseorang
untuk melakukan sesuatu kegiatan. Dari pengertian-pengertian tersebut dapatlah
dikatakan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri
seseorang sebagai akibat adanya pengaruh yang berasal dari dalam dirinya maupun
yang berasal dari luar dirinya, kemudian dorongan itu menimbulkan, mengarahkan
dan mengorganisasikan perilaku untuk melakukan suatu pekerjaan.
Pelopor teori motivasi adalah Abraham
H. Maslow yang tertuang dalam bukunya berjudul “Motivation end Personality”,
dikembangkan dalam tahun 1940-an, pada intinya berpendapat bahwa manusia mempunyai
lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
1.
Kebutuhan
fisiologikal, seperti sandang, pangan dan papan.
2.
Kebutuhan
keamanan, tidak hanya dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal
dan intelektual.
3.
Kebutuhan sosial.
4.
Kebutuhan prestise
yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status.
5.
Aktualisasi
diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan
potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuannya.
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa
pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia yang semakin mendalam, perlu
adanya penyempurnaan dan koreksi yang tepat, karena pengalaman menunjukkan
bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan.
Artinya sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan
ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai dan memerlukan teman serta ingin
berkembang.
B. Pegawai Negeri Sipil
1. Pengertian
A.W. Widjaja dalam bukunya “Administrasi
Kepegawaian” berpendapat bahwa : “Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia
jasmaniah maupun rohaniah (mental dan pikiran ) yang senantiasa dibutuhkan dan
oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha kerjasama untuk
mencapai tujuan tertentu (organisasi)”.
Selanjutnya Mussanect dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen Kepegawaian di Indonesia”” Memberikan definisi pegawai sbb :
“Pekerja atau worker adalah, “Mereka yang secara langsung digerakkan oleh seorang
manager untuk bertindak sebagai pelaksana yang akan menyelenggarakan pekerjaan
sehingga menghasilkan karya-karya yang diharapkan dalam usaha pencapaian tujuan
organisasi yang telah ditetapkan .”
Pegawai sebagai pelaksana pekerjaan maka alat-alat
dalam organisasi tersebut akan merupakan benda mati dan waktu yang dipergunakan
akan terbuang dengan percumasehinnga pekerjaan tidak efektif.
Dari beberapa definisi pegawai yang telah
dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa istilah pegawai
mengandung pengertian sebagai berikut.
1.
Menjadi anggota suatu usaha kerja sama (organisasi) dengan maksud
memperoleh balas jasa atau imbalan konvensasi atas jasa yang telah diberikan.
2.
Pegawai dalam sistem kerjasama yang sifatnya pamrih.
3.
Berkedudukan sebagai penerima kerja dan berhadapan dengan pemberi kerja
(majikan).
4.
Kedudukan sebgai penerima kerja itu diperoleh setelah melakukan proses
penerimaan.
5.
Akan mendapat saat pemberhentian
(Pemutusan hubungan kerja antar pemberi kerja dengan penerima kerja).
Pegawai Negeri terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hanya dibatasi pada Pegawai Negeri Sipil,
maka selanjutnya hanya dijelaskan mengenai perincian Pegawai Negeri Sipil. B.
Jenis Pegawai Negeri Sipil Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 26
pegawai negeri sipil terdiri dari :
1.
Pegawai negeri sipil pusat
2.
Pegawai negeri sipil daerah
3.
Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
2. Pegawai Negeri Sipil Pusat
Berikut adalah fungsi-fungsi dari Pegawai Negeri Sipil Pusat:
a.
Yang
bekerja sama pada departemen, lembaga pemerintah non departemen,
kesekretariatan, lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di
daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan.
b.
Yang
bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan kereta api,
pegadaian dan lain-lain.
c.
Yang diperbantukan
atau dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
d.
Yang
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan diperbantukan atau
dipekerjakan pada badan lain seperti perusahaan umum, yayasan dan lainnya.
e.
Yang
menyelenggarakan tugas negara lainnya, misalnya hakim pada pengadilan
negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain.
3. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Pegawai Negeri Sipil daerah diangkat dan
bekerja pada Pemerintahan Daerah Otonom baik pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
4. Pegawai Negeri sipil lain yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
Masih dimungkinkan adanya pegawai negeri
sipil lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah, misalnya
kepala-kepala kelurahan dan pegawai negeri di kantor sesuai
dengan UU No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974
Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa yang menyelenggarakan tugas-tugas negara atau pemerintahan
adalah pegawai negeri, karena kedudukan pegawai negeri adalah sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat, juga pegawai negeri merupakan tulang punggung
pemerintah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan maupun dalam melaksanakan
pembangunan nasional.
5. Mutasi
Mutasi adalah Kegiatan memindahkan karyawan dari suatu
pekerjaan kepekerjaan lain yang dianggap setingkat atau sejajar. (PP No 11
Tahun 2002). Mutasi atau pemindahan merupakan suatu aktifitas rutin dari sebuah
organisasi untuk melaksanakan prinsip The Right Man in The Right Place atau
orang yang tepat pada tempat yang tepat. Dengan demikian mutasi dijalankan agar
pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efektif dan lebih efisien.
Melakukan penyusunan rencana dan
program kerja di bidang pengelolaan dan pelayanan mutasi, menetapkan rumusan
kebijakan pengelolaan dan pelayanan mutasi meliputi perumusan pengadaan,
pemindahan, kepangkatan dan pensiun. Bertujuan untuk melaksanakan tugas
pengelolaan pelayanan mutasi dengan tepat sasaran dengan adanya pengkoordinasian
perencanaan teknis. Setelah itu melakukan evaluasi, dengan bertujuan program
kerja pengelolaan dan pelayanan mutasi selanjutnya menjadi lebih baik lagi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan
(field research yaitu merupakan jenis penelitian yang kegiatan
penelitiannya dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu. Dalam hal ini
penelitian yang penulis lakukan di lingkungan Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara.. Penelitian dilakukan dengan terjun langsung
ke lapangan untuk menggali dan meneliti data yang berkenaan dengan kinerja pegawai pada Kantor
Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara.
B.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara yang bertempat di jalan H. Kurdi Yusni Rt 06 Kelurahan Sungai
Malang.
C.
Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan tipe penelitian yang bersifat deskriptif dimana penelitian ini
menggunakan metode penelitian dengan cara meneliti status kelompok manusia,
suatu obyek, kondisi, suatu
sistem, pemikiran, ataupun suatu kilas peristiwa pada masa sekarang, tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi gambaran, atau lukisan secara system, serta hubungan fenomena yang diselidiki.
sistem, pemikiran, ataupun suatu kilas peristiwa pada masa sekarang, tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi gambaran, atau lukisan secara system, serta hubungan fenomena yang diselidiki.
Moh. Nazir mengungkapkan bahwa penelitian
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu
objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa
pada masa sekarang. Dengan kata lain penelitian deskriptif mengambil masalah
dan memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada
saat penelitian ini dilaksanakan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis mengenai kinerja pegawai pada Kantor
Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
D.
Pendekatan Penelitian
Sedangkan pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif
menekankan penggambaran dengan kata-kata atau kalimat untuk dipisah-pisahkan
menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
E.
Populasi
dan Sampel
1. Populasi
Populasi
adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pegawai
Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara yang berjumlah 40 orang yang terdiri dari :
a.
Kepala
KUA 1 orang
b.
Pembantu
PPN serta Penyuluh Agama Honorer (PAH) 39 orang
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi
yang diharapkan dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Hal ini sejalan
dengan pendapat Tampubolon (2000:2) yang mengatakan bahwa sampel adalah universe
partial (sebagian yang diseleksi) sedemikian rupa sehingga dapat digeneralisasi
keseluruhan universe dengan hanya menyelidiki beberapa dari satuan-satuan.
Oleh karena sampel adalah bagian dari
populasi, maka untuk menentukan besarnya atau seberapa besar yang akan diambil
dari populasi dalam penelitian, dalam hal ini Sutrisno Hadi (2001:73),
mengemukakan sebenarnya tidaklah ada suatu ketetapan berapa persen suatu sampel
harus diambil dari populasi. Ketidaktetapan yang mutlak tidak perlu menimbulkan
kekurangetujuan pada seorang penyelidik. Singarimbun (2002:93), menyatakan
besarnya sampel tidak boleh kurang dari l0 persen dari jumlah satu-satuan
elementer populasi.
Penulis melakukan penarikan sampel
yang dianggap dapat mewakili populasi yang ada, dengan menggunakan teknik Random
Sampling, maksudnya pengambilan secara random dengan kata lain setiap
populasi yang ada mempunyai kemungkinan dan kesempatan untuk dipilih menjadi
sampel dalam penelitian ini. Adapun besarnya sampel adalah 40% dari populasi,
dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 10 orang, dengan rincian yaitu Kepala Kantor
Urusan Agama dan 4 orang Pembantu PPN dan 5
orang Penyuluh Agama Honorer (PAH).
F.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Metode Observasi
Merupakan suatu teknik untuk memperoleh data dengan menggunakan pengamatan
(gejala-gejala) yang diselidiki.
Berdasarkan
pendapat-pendapat dapat dikemukakan bahwa Observasi adalah merupakan tekhnik
atau metode untuk mengadakan penelitian dengan cara mengamati langsung terhadap
kejadian, baik di KUA maupun di luar KUA dan hasilnya dicatat secara sempurna. Dengan metode ini peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian, dalam hal ini
yang diamati adalah lokasi atau letak penelitian. Dari sana dapat diketahui
beberapa data yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian ini.
2.
Metode Interview
Metode
ini disebut juga dengan wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara yang bersifat tidak
langsung, yaitu wawancara yang dilakukan dengan Kepala Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai
Utara.
3.
Metode Dokumentasi
Metode
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan transkrip, agenda dan sebagainya. Peneliti menggunakan metode ini
adalah untuk memperoleh data tentang Kantor Urusan Agama Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara.
G. Teknik Analisa Data
Setelah mengadakan serangkaian
kegiatan (penelitian) dengan menggunakan beberapa metode di atas, maka
data-data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan teknik deskriptif. Teknik
ini dipergunakan untuk menganalisa data yang bersifat kualitatif atau data yang
tidak dapat direalisasikan dengan angka.
Adapun data yang
bersifat kualitatif akan dianalisa dengan menggunakan teknik yang disimpulkan miles
dan Huseran (Sugiono, 2011) sebagai
berikut :
1.
Reduksi Data adalah pada tahap ini dilakukan pemilihan tentang relevan
tidaknya antara data dengan tujuan penelitian.
2.
Display Data adalah untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau
bagian-bagian tertentu dari gambaran tertentu. Pada tahap ini peneliti berupaya
mengklasifikasikan dan menyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan yang
diawali dengan pengkodean pada setiap subpokok permasalahan.
3.
Kesimpulan dan verifikasi data, Pada kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari
makna yang dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan atau perbedaan.
G.
Uji Kredibilitas Data
Keabsahan
data yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik triangulasi. Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di luar data
itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan data. Dengan kata lain
bahwa Teknik triangulasi berarti teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila
peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya
peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu
mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
sumber data.
Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi metode dan
triangulasi sumber. Triangulasi digunakan untuk mengolah data hasil observasi, wawancara,
dan dokumentasi dengan menghilangkan data yang tidak perlu dalam menyempurnakan
data.
H.
Teknik Penarikan Kesimpulan
Data yang sudah diperoleh selanjutnya diuraikan dalam
bentuk uraian yang sifatnya menggambarkan apa adanya mengenai data lapangan
dalam bentuk uraian kalimat, Maksudnya adalah membahas dan menilai kembali data
yang sudah disajikan agar memudahkan dalam penarikan kesimpulan umum
berdasarkan fakta-fakta khusus yang ditemukan dilapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar